Best Seller di Indonesia dan Malaysia, Novel 'Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?' Bakal Dibuat Film

Selasa, 24 Juni 2025 | 14:15 WIB
Best Seller di Indonesia dan Malaysia, Novel 'Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?' Bakal Dibuat Film
Khoirul Trian ditemui di JCC, Senayan, Jakarta Pusat pada Minggu, 22 Juni 2025. [Suara.com/Rena Pangesti]

Suara.com - Novel 'Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?' karya Khoirul Trian bakal diangkat ke layar lebar alias film. Pencapaian ini bukan tanpa alasan, mengingat novel tersebut menjadi best seller di Indonesia dan Malaysia.

Khoirul Trian tidak menyangka, novel yang pertama kali terbit pada Oktober 2024 ini banjir peminat. Bahkan hanya butuh dua bulan saja, novel tersebut menjadi best seller.

Selain Indonesia, dua kota di Malaysia yakni Selangor dan Kuala Lumpur pun ikut menyumbang menjadi pembeli terbanyak.

"Akhir tahun 2024, aku kaget banget sudah menjadi best seller. Puncaknya, ada beberapa PH yang masuk dan aku harus memilih salah satu diantaranya," kata Khoirul Trian di JCC, Senayan, Jakarta Pusat pada Minggu, 22 Juni 2025.

Sejauh ini, Khoirul Trian mengatakan proses novelnya menjadi film dalam pengembangan cerita. Ada kemungkinan, plot dalam film hanya mengambil 50 persen dari cerita di novel.

Meski begitu, Khoirul Trian tidak mempermasalahkannya. Ia mengatakan, hal terpenting dari karya 'Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?' adalah, pesan yang tersampaikan kepada masyarakat.

"Aku nggak masalah banget, yang penting pesannya sampai. Karena intinya adalah memaafkan, pesan keluarga, dan hilang arah," ujar Khoirul Trian.

Malah yang menjadi kekhawatiran Khoirul Trian adalah, bisakah penonton menemukan makna dari karya yang sudah diangkat dalam film tersebut.

Sebagai gambaran, 'Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?' merupakan novel pendek. Tidak ada pemeran utama, namun mengisahkan tentang seseorang yang kehilangan figur ayah.

Baca Juga: Cinta Nggak Harus Sedarah, 'Film Panggil Aku Ayah' Bikin Haru dan Mewek?

Ide buku ini berdasarkan pengalaman pribadi Khoirul Trian. Di mana ia benar-benar kehilangan figur seorang ayah dalam hidup.

"Aku lahir dari keluarga yang utuh, tapi bukan berarti tidak ada luka," ucapnya.

Trian mendapat figur ayah tersebut hingga dirinya duduk di bangku SMP.

"Kesalahan terbesarku kemudian, membiarkan dia pergi," bebernya.

Sampai di usia 24 tahun, Trian kembali bertemu dengan ayahnya. Di situ ia sadar melewatkan banyak momen yang mana teman-temannya melalui kenangan itu dengan baik.

"Aku melewatkan momen tidak dijemput ayah, pulang sendiri, kehujanan, wisuda juga sendirian. Aku merasakan banget nggak enaknya kayak gimana," kata Trian.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI