Review Venom (2018), Dibintangi Tom Hardy dan Tayang Malam Ini di Trans TV

Ferry Noviandi Suara.Com
Sabtu, 12 Juli 2025 | 17:11 WIB
Review Venom (2018), Dibintangi Tom Hardy dan Tayang Malam Ini di Trans TV
Venom yang dibintangi Tom Hardy dan dirilis tahun 2018 akan tayang malam ini di Trans TV. [YouTube]

Suara.com - Film Venom yang dirilis pada 2018 menghadirkan gebrakan baru dalam jagat sinematik pahlawan super, dengan menampilkan Tom Hardy sebagai pemeran utama yang ikonik.

Disutradarai oleh Ruben Fleischer, yang sebelumnya sukses dengan Zombieland, film ini menyajikan kisah asal-usul salah satu karakter anti-hero paling terkenal dari Marvel, tanpa kehadiran Spider-Man yang menjadi bagian penting dari cerita orisinalnya di komik.

Bersama Tom Hardy, film ini juga dibintangi oleh Michelle Williams dan Riz Ahmed, yang berhasil menarik perhatian penonton meskipun dengan naskah yang dianggap memiliki beberapa kekurangan.

Kisah berpusat pada Eddie Brock (Tom Hardy), seorang jurnalis investigasi yang sedang berada di puncak kariernya di San Francisco.

Salah satu adegan fiilm Venom yang dibintangi Tom Hardy dan dirilis 2018. [YouTube]
Salah satu adegan fiilm Venom yang dibintangi Tom Hardy dan dirilis 2018. [YouTube]

Dia memiliki segalanya: acara yang sukses, tunangan yang cantik bernama Anne Weying (Michelle Williams), dan sebuah tugas besar untuk mewawancarai Carlton Drake (Riz Ahmed), seorang miliarder teknologi dan perintis luar angkasa.

Namun, kehidupan Brock berantakan setelah ia mengkonfrontasi Drake mengenai tuduhan uji coba ilegal pada manusia yang dilakukan oleh perusahaannya, Life Foundation. Akibatnya, Brock kehilangan pekerjaan, tunangan, dan apartemennya dalam sekejap.

Sementara itu, Drake, yang terobsesi menyelamatkan masa depan umat manusia, bereksperimen dengan bentuk kehidupan alien yang disebut simbiot, yang ditemukan oleh salah satu pesawat ulang-aliknya.

Drake percaya bahwa penggabungan manusia dengan simbiot adalah kunci evolusi dan kelangsungan hidup. Salah satu simbiot ini, yang menamai dirinya Venom, berhasil kabur dan secara tidak sengaja menemukan inang yang sempurna dalam diri Eddie Brock.

Sejak saat itu, hidup Brock berubah drastis. Ia harus berbagi tubuh dengan makhluk asing yang memiliki kepribadiannya sendiri, lengkap dengan suara serak di kepalanya dan kekuatan super yang mengerikan.

Baca Juga: Michelle Ziudith Hadapi Liku Emosional dalam Film 'Assalamualaikum Baitullah'

Salah satu daya tarik terbesar dari Venom adalah penampilan Tom Hardy, yang dianggap "legit great" dan berhasil menyuntikkan banyak keunikan karakter ke dalam perannya.

Venom yang dibintangi Tom Hardy dan dirilis tahun 2018 akan tayang malam ini di Trans TV. [YouTube]
Venom yang dibintangi Tom Hardy dan dirilis tahun 2018 akan tayang malam ini di Trans TV. [YouTube]

Momen-momen terbaik film ini adalah ketika Eddie berdebat dengan alter ego aliennya, menciptakan dinamika komedi teman-aksi (buddy-action comedy) yang unik di mana dua kepribadian yang berbeda harus berbagi satu tubuh.

Hubungan simbiosis antara Eddie dan Venom digambarkan lebih seperti "bromance" daripada sekadar cerita asal-usul pahlawan super.

Hardy dengan cemerlang memerankan kebingungan dan kepanikan saat menemukan kekuatannya, seperti dalam adegan ikonik di sebuah restoran mewah di mana ia mulai bertingkah gila.

Meskipun penampilan Hardy dipuji secara luas, beberapa aspek lain dari film ini menerima tinjauan yang beragam. Para kritikus menyoroti bahwa film membutuhkan waktu hampir satu jam untuk benar-benar masuk ke inti cerita Venom.

Michelle Williams, seorang aktris berbakat, dinilai kurang dimanfaatkan dalam perannya sebagai Anne Weying, yang sebagian besar hanya berfungsi sebagai kekasih sang protagonis.

Demikian pula, Riz Ahmed sebagai Carlton Drake dianggap generik, meskipun ia berhasil membuat perannya sedikit lebih baik dari yang tertulis di naskah.

Venom sering digambarkan sebagai film yang "cheesy" dan "corny", namun tetap menghibur.  Film ini berjuang untuk menyeimbangkan elemen horor yang serius dengan komedi, sebuah campuran yang menurut beberapa kritikus tidak selalu berhasil ditangani oleh sutradara Ruben Fleischer kali ini, tidak seperti karyanya di Zombieland.

Adegan-adegan aksinya dianggap menyenangkan, menunjukkan berbagai kemungkinan penggunaan "goo hitam melar" yang lebih berguna dari lakban, namun pertarungan klimaks CGI-nya dinilai berantakan secara visual.

Terlepas dari kekurangannya, film ini tidak pernah membosankan berkat alurnya yang cepat dan sering kali masuk ke dalam kategori "sangat buruk sehingga menjadi bagus".

Sony jelas mengambil risiko besar dengan proyek ini, dan hasilnya adalah sebuah film yang secara mengejutkan membuat penonton menginginkan lebih banyak dari jagat sinematik yang lebih gelap ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI