Suara.com - Di balik sorotan kamera dan tepuk tangan meriah, tersembunyi sebuah realita pahit yang dialami oleh penyanyi cilik fenomenal, Farel Prayoga.
Dalam sebuah pengakuan, Farel membongkar perlakuan kasar yang ia terima selama bertahun-tahun dari ibu tirinya, wanita yang ia anggap sebagai ibu kandung hingga usianya menginjak delapan tahun.
Kisah ini melukiskan potret kelam tentang penderitaan seorang anak yang dipaksa menanggung beban kebencian orang dewasa.
Farel Prayoga, dalam perbincangannya bersama Denny Sumargo, dengan gamblang menceritakan berbagai bentuk kekerasan yang menjadi bagian dari masa kecilnya.
Perlakuan tidak manusiawi itu ia terima dari sosok yang seharusnya memberinya kasih sayang.
"Jadi emang ee waktu kecil sering ya disiksa. Sering disiksa," aku Farel dengan nada getir.
Kekerasan fisik itu bukan satu-satunya luka yang harus ia tanggung.
Salah satu perlakuan paling menyakitkan yang membekas dalam ingatannya adalah ketika ia diusir dari rumah dan dipaksa terjaga semalaman.
"Mungkin salah satunya diusir dari rumah," ujarnya.
Baca Juga: Pengakuan Pilu Farel Prayoga, 14 Tahun Tanpa Ibu Kandung dan Disiksa Ibu Tiri
Ia melanjutkan dengan detail yang lebih menyayat hati.
"Ini paling sakit ini, Bang. Sumpah enggak boleh tidur," katanya.
Farel menceritakan bagaimana ia, yang kelelahan dan tertidur sambil memegang bantal, dilempar dengan bantal tersebut oleh sang ibu tiri dan diperintahkan untuk bangun.
"Enggak usah tidur kau," tiru Farel, mengenang bentakan yang diterimanya.
Wajah yang Menjadi Alasan Kebencian
Pemicu dari segala perlakuan kejam ini ternyata berakar pada masa lalu orang tuanya.
Farel mengungkapkan bahwa kemarahan ibu tirinya sering kali dilampiaskan kepadanya karena wajahnya yang sangat mirip dengan ibu kandung Farel.
Sang ibu tiri, yang merupakan istri pertama ayahnya, menyimpan dendam terhadap ibu kandung Farel, yang merupakan istri kedua.
"Ibu pernah ngomong sama kakakku kalau muka mukaku nih benar-benar mirip sekali sama ibu kandung," jelas Farel.
Kemiripan inilah yang menjadi alasan mengapa setiap kali sang ibu tiri marah, Farel lah yang menjadi samsak emosinya.
Ia menjadi proyeksi kebencian terhadap wanita yang dianggap telah merusak rumah tangganya.
Bahkan, kebencian itu diduga sudah ada sejak Farel masih di dalam kandungan.
Berdasarkan cerita yang ia dengar, ibu tirinya pernah melakukan kekerasan fisik terhadap ibu kandungnya yang sedang hamil.
Tujuannya satu: agar Farel tidak terlahir ke dunia.
Kekejaman ini menunjukkan betapa dalamnya akar kebencian yang pada akhirnya harus ditanggung oleh Farel yang tak berdosa.
Pelarian dan Lembaran Baru
Perlakuan kasar ini berjalan seiring dengan eksploitasi ekonomi.
Farel yang sejak kecil sudah mengamen, lama-kelamaan dipaksa menjadi tulang punggung keluarga.
Jika ia menolak atau tidak mendapatkan cukup uang, kemarahan sang ibu tiri akan kembali meledak.
Kini, Farel telah mengambil langkah besar untuk melepaskan diri dari lingkungan toksik tersebut.
Ia memilih tinggal di Jakarta bersama manajernya, yang ia anggap telah mengajarinya banyak hal, termasuk cara untuk membela diri.
Keputusannya untuk menjadi lebih "pintar" dan mandiri ternyata tidak disenangi oleh ibu tirinya.
"Ibu sempat benci juga sama manajerku karena alasannya Farel jadi pintar nih sudah enggak bisa dimanfaatin lagi dia," ungkap Farel.
Meskipun telah menjauh, luka masa lalu itu tak mudah hilang.
Saat ditanya apa yang ingin ia sampaikan kepada ibu tirinya, Farel mengaku enggan bicara.
"Enggak ah. Aku kayaknya emang udah kureng sih. Udah terserah aja gitu ya. Aku pengin ngomong tapi aku juga udah enggak mau ngurus mereka gitu aja. Paling yang kurus sekarang paling cuman adikku aja," katanya.
Sebuah jawaban yang menyiratkan kekecewaan dan kepasrahan yang mendalam atas tahun-tahun penderitaan yang telah ia lalui.