Isi Surat Pilu Pemuda Gagal Ginjal: Maaf Jadi Beban, Pilih Pergi usai Ditinggal Pacar

Kamis, 31 Juli 2025 | 06:00 WIB
Isi Surat Pilu Pemuda Gagal Ginjal: Maaf Jadi Beban, Pilih Pergi usai Ditinggal Pacar
Seorang ibu curhat putranya meninggal akhiri hidup karena tidak kuat dengan sakit ginjalnya (Instagram)

Suara.com - Sebuah lembar surat tulisan tangan menjadi saksi bisu dari akhir perjuangan seorang pemuda berinisial G.

Kisahnya, yang mengoyak hati ribuan orang, bukanlah tentang kegagalan cinta biasa atau tekanan pekerjaan, melainkan tentang pertempuran sunyi melawan penyakit gagal ginjal yang tak kunjung usai.

Tragedi ini menjadi sorotan publik setelah sang ibu, dengan hati yang hancur, membagikan jeritan terakhir putranya itu ke media sosial.

Kisah ini berpusat pada sebuah surat yang ditemukan di kamar putranya setelah ia memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Dalam goresan pena terakhirnya, G menumpahkan segala keputusasaan yang telah lama ia pendam.

"Sekarang cuma kalian yang masih ada, tapi aku malah jadi beban. Aku enggak mau kalian terus lihat aku menderita," lanjutnya.

Keputusan tragis yang ia ambil, menurutnya, adalah jalan keluar satu-satunya untuk membebaskan orang tuanya dari penderitaan melihatnya sakit.

Ia menutup surat itu dengan permohonan maaf yang tulus dan permintaan doa.

"Maaf kalau ini cara ku pergi. Terima kasih sudah selalu ada meski aku nggak pantas. Doain aku yaa!" tuturnya.

Baca Juga: Ngaku Dokter Lulusan UI dan Tinggal 9 Tahun di Kolong Jembatan, Hafid Kini Menghilang

Bagi sang ibu, saat menemukan dan membaca surat itu adalah sebuah siksaan untuk dirinya.

"Ya Allah sakit banget bacanya," tulisnya dalam keterangan foto surat tersebut.

Seorang ibu curhat putranya meninggal akhiri hidup karena tidak kuat dengan sakit ginjalnya (Instagram)
Seorang ibu curhat putranya meninggal akhiri hidup karena tidak kuat dengan sakit ginjalnya (Instagram)

Rasa sakit itu berlanjut menjadi penyesalan yang tak bertepi. Di unggahan lain, ia mengungkapkan betapa tak sanggupnya ia dan suaminya kehilangan putra mereka dengan cara seperti ini.

Puncak dari kesedihan itu tergambar saat sang ibu berada di depan pusara putranya.

Di sanalah ia menumpahkan penyesalannya, memohon maaf karena merasa kurang peka terhadap penderitaan yang disembunyikan anaknya.

Surat itu bukan sekadar pamitan, melainkan sebuah penjelasan dari jiwa yang lelah, yang merasa telah kehilangan segalanya akibat penyakit yang menggerogoti fisik dan mentalnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI