Kisruh Royalti Lagu, Hakim MK: WR Supratman Jadi Orang Terkaya di Indonesia

Rabu, 06 Agustus 2025 | 15:17 WIB
Kisruh Royalti Lagu, Hakim MK: WR Supratman Jadi Orang Terkaya di Indonesia
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (13/3/2018). [Suara.com/Dwi Bowo Rahardjo]

Suara.com - Polemik royalti lagu di Indonesia masih memanas. Terlebih dengan adanya pemberlakuan royalti kepada sejumlah kafe hingga restoran.

Polemik ini berakar dari implementasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, yang mewajibkan setiap penggunaan lagu secara komersial untuk membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)

Sehingga beberapa di antara tempat makan tersebut memilih untuk tidak lagi memutar musik sama sekali untuk menghindari potensi masalah.

Di tengah kisruh ini, sebuah analogi tajam datang dari Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat. Ia menggunakan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dan penciptanya, WR Supratman, sebagai cermin untuk merefleksikan carut-marut persoalan royalti saat ini.

Hal tersebut disampaikan dalam sebuah sidang uji materiil UU Hak Cipta yang belum lama ini digelar. Cuplikan video tentang WR Supratman pun viral di media sosial.

tarif royalti musik dan lagu asmalibrasi (pexels)
tarif royalti musik dan lagu asmalibrasi (pexels)

"Kalau kita mengikuti pasal ini, orang yang paling kaya di Indonesia adalah WR Supratman. Apalagi mendekati 17 Agustus, semuanya di Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya," kata @/MoodNetizen yang mengunggah video tersebut pada Rabu, 6 Agustus 2025.

"Bayangkan coba, berapa tahun lagu Indonesia dinyanyikan oleh seluruh masyarakat Indonesia? baik di tingkat PAUD sampai lembaga negara," imbuhnya.

Analogi ini menjadi sentilan keras bagi polemik royalti yang cenderung menempatkan hak ekonomi di atas segalanya. "Itu kalau model penafsiran yang sekarang baru ramai, ahli warisnya paling kaya," ucapnya.

Tapi hakim Arief Hidayat menggarisbawahi adanya pergeseran dari semangat kolektivisme dan fungsi sosial seni menjadi pendekatan yang individualistis dan kapitalistis.

Baca Juga: Polemik Royalti Musik, Anggota DPR: Ini Kondisi yang Tidak Sehat Bagi Ekosistem Industri Kreatif

"Jadi emang ada perubahan kultur yang luar biasa dari budaya ideologi yang gotong royong, menjadi ideologi yang individualis kapitalis," katanya.

"Sehingga penafsiran pasal ini ke arah ideologi yang individualis," imbuh sang hakim menyimpulkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI