Suara.com - Baru-baru ini muncul sebuah berita terkait judi online alias judol, yang mengejutkan dan membuat bingung masyarkaat.
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta menangkap lima pemain judi online, karena kelima orang tersebut membuat bandar bangkrut!
Ya, Anda tak salah membacanya. Polisi menangkap kelima pelaku lantaran dianggap merugikan si bandar, lantaran mereka berjudi dengan cara sistematis menguras uang bandar judi dengan modus operandi yang terbilang canggih.
Kelima pelaku yang ditangkap adalah RDS (32), EN (31), dan DA (22) asal Bantul. Dua sisanya ialah NF (25) asal Kebumen, Jawa Tengah dan PA (24) asal Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
![Rilis kasus judi online di Mapolda DIY beberapa waktu lalu. [Dok: Polda DIY].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/06/58692-kasus-judi-online-di-jogja.jpg)
Kelimanya ditangkap aparat Polda DIY dalam penggerebekan rumah kontrakan di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Berita ini pun viral dan memancing reaski dari warganet. Apalagi, kelima pelaku judol ditangkap karena dianggap merugikan bandar.
Pertanyaan sederhana dari masyarakat, mengapa polisi tidak membubarkan saja dan menangkap sekalian bandar judi online, yang diketahui sudah menjadi penyakit masyarakat selama beberapa tahun terakhir.
Hal ini pun mengundang reaksi dari berbagai masyarakat, termasuk penyanyi Kunto Aji. Melalui akun Threads-nya, Kunto Aji mempertanyakan, siapa yang membuat laporan tersebut.
"Cuma nanya, ini kan yang dirugikan bandar ya? Yang lapor siapa?" tulis Kunto Aji heran.
Baca Juga: Cara RDS Si Dalang Sindikat Judol Bikin Bandar Rugi Besar, Pakai Strategi Canggih
![Kunto Aji ikutan heran dengan tindakan polisi yang menangkap lima orang pejudi online, karena gara-gara aksi mereka merugikan bandar. [Threads]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/06/71434-kunto-aji.jpg)
Komentar Kunto Aji di Threads pun mendapat banyak tanggapan dari warganet. Dari berita tersebut, warganet menilai bahwa polisi memang tidak serius memberantas judol.
"Kok aku malah nangkapnya jadi promosiin judol ya berita itu, gini nih, orang yang belum terjerumus baca berita ini apa malah ga kepikiran, 'oh berarti kalo pakai akun baru itu pasti menang ya, barti bisa ini dicoba, kalo dah dapet baru wd terus ga main lagi'," kata seorang warganet.
"Bandar rugi karena ulah pemain, lalu lapor ke 'onoh'. Jadi enggak perlu heran kan, kenapa judol masih tetap ada di Indo?" ujar warganet lain.
"Seandainya pemerintah sekreatif 5 orang itu, mungkin bandar judol kapok buka di Indonesia. Tapi apalah daya, polisi mendukung mereka sepertinya," imbuh warganet lain.
Kronologi penangkapan 5 orang pemain judol
Polisi mengaku kasus ini bermula dari aduan masyarakat. Kemudian tim gabungan dari Ditintelkam dan Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda DIY segera melakukan penyelidikan.
Kasubdit V Cyber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, menjelaskan bahwa otak di balik operasi ini adalah RDS.
Pelaku utama ini bertugas memetakan situs-situs judi online yang menawarkan promosi menggiurkan seperti 'cash back' untuk pengguna baru.
Selain itu, RDS juga berperan sebagai pemodal dan penyedia seluruh sarana yang dibutuhkan, termasuk puluhan komputer dan ratusan kartu SIM perdana.
Slamet mengatakan, RDS adalah bos sindikat pejudol yang menyiapkan link atau situsnya dia mencari kemudian menyiapkan PC atau komputer.
"RDS lalu menyuruh 4 karyawannya untuk memasang judi online. RDS ini yang bertugas mencari promosi di situs-situs judol," kata dia lagi.
Keempat orang yang disuruh RDS, yakni NF, EN, DA, dan PA, memang direkrut sebagai "karyawan" atau pemain.
Tugas mereka adalah membuat akun baru setiap hari di berbagai situs judi yang telah ditentukan oleh RDS, kemudian bermain untuk memaksimalkan keuntungan.
Modus operandinya sangat terstruktur. Para karyawan ini diwajibkan membuat dan memainkan 10 akun baru per hari untuk setiap komputer.
Dengan total empat unit PC, komplotan ini mampu mengoperasikan 40 akun baru setiap harinya.
Polisi menemukan bahwa mereka sengaja menargetkan akun baru karena persentase kemenangan (win rate) pada akun tersebut cenderung lebih tinggi, sebuah trik dari bandar untuk menarik pemain.
"Kalau judi kan seperti itu akun baru dibuat menang, untuk menarik pemain lama-lama dikuras habis," ujar Slamet.
Setelah mendapatkan kemenangan yang signifikan dari satu akun, mereka akan segera melakukan penarikan dana (withdraw) dan meninggalkan akun tersebut.
Jika kalah, mereka tidak merugi banyak karena modal yang digunakan kecil, dan mereka akan langsung beralih membuat akun baru lagi.
"Karyawan ini yang buka akun sekaligus betting juga," kata dia.
Untuk menyamarkan jejak dan mengelabui sistem keamanan situs judi, RDS membekali komplotannya dengan puluhan hingga ratusan kartu SIM baru.
Kanit 1 Subdit V Ditreskrimsus Polda DIY, Kompol Ardiansyah Rolindo Saputra, menambahkan, "Kartunya diganti-ganti untuk mengelabui sistem IP Address. Jadi tidak hanya mengambil keuntungan fee akun baru, tetapi juga memainkan modal yang ada di dalam termasuk bonus, kalau untung dia withdraw kalau kalah buka akun baru."
Melalui operasi canggih ini, RDS memberikan gaji kepada setiap karyawannya sebesar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per minggu.
Kini, kelima tersangka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Mereka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan/atau Pasal 303 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
Ancaman hukuman yang menanti tidak main-main, yaitu maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.