Di lain pihak, kritik utama terhadap Merah Putih One for All adalah kualitas visualnya.
Gerakan animasi yang kaku, ekspresi karakter yang terbatas, dan rendering yang dianggap ketinggalan zaman menjadi bulan-bulanan netizen.
Meskipun film ini mengusung premis patriotik tentang sekelompok anak dari berbagai suku yang berpetualang menyelamatkan bendera pusaka, eksekusi visualnya gagal menyampaikan urgensi dan keseruan dari cerita tersebut.
Niat baik untuk mengangkat tema persatuan dan keberagaman sayangnya tidak diimbangi dengan kualitas produksi yang memadai.
Pelajaran Berharga bagi Industri Animasi Tanah Air
Kimetsu No Yaiba, meski berakar kuat pada budaya Jepang, berhasil menjadi fenomena global karena kualitas penceritaan dan keunggulan teknis yang universal.
Sementara itu, Merah Putih One for All menjadi pengingat pahit bagi industri kreatif Indonesia.
Semangat nasionalisme dan muatan lokal yang kuat tidak akan cukup jika tidak didukung oleh eksekusi yang profesional dan berkualitas tinggi.
Kritik yang datang dari publik sejatinya bukan untuk menjatuhkan, melainkan sebuah cerminan harapan agar karya anak bangsa dapat bersaing dan memenuhi standar yang semakin tinggi.
Kegagalan trailer ini harus menjadi pelajaran berharga bahwa dalam menciptakan sebuah karya, terutama animasi, keahlian teknis dan visi artistik adalah fondasi yang tidak bisa ditawar.
Baca Juga: Daftar Pengisi Suara Film Merah Putih One For All yang Viral
Apakah kritik pedas terhadap Merah Putih One for All dapat menjadi pemicu kemajuan industri animasi Tanah Air, atau justru memadamkan semangat para kreator?
Bagaimana menurut Anda? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar.