Hanung Ngamuk: Bagaimana Film Rp 7 Miliar Bisa Serobot Antrean 200 Judul?

Tasmalinda Suara.Com
Senin, 11 Agustus 2025 | 19:30 WIB
Hanung Ngamuk: Bagaimana Film Rp 7 Miliar Bisa Serobot Antrean 200 Judul?
kolase Hanung Bramantyo dan film merah putih one for all

Dalam unggahan Story berikutnya, ia membagikan tangkapan layar berita yang menyatakan produser film membantah memakai dana pemerintah.

Namun, Hanung justru mempertanyakan hal lain yang lebih fundamental.

"Trus kenapa harus buru2 tayang? Ironisnya kok bisa dapet tanggal tayang ditengah 200 judul Film Indonesia ngatree tayang? KOPET!!!" tulis Hanung, lengkap dengan umpatan yang menunjukkan puncak kekesalannya.

Pertanyaan ini langsung menyentil borok yang selama ini menjadi rahasia umum di industri yakni alokasi layar bioskop.

Dengan adanya sekitar 200 judul film yang antre, keberhasilan film "Merah Putih: One For All" mendapatkan slot tayang menimbulkan kecurigaan.

Apakah ada permainan "orang dalam"? Ataukah ada lobi-lobi khusus yang melangkahi antrean normal?

kritik Hanung Bramatyo
kritik Hanung Bramatyo

Melindungi Wajah Animasi & Kepercayaan Penonton

Kegeraman Hanung Bramantyo bisa dipahami jika dilihat dari kacamata seorang praktisi senior yang ingin menjaga marwah industrinya. Industri animasi Indonesia sedang berjuang keras membangun reputasi lewat karya-karya berkualitas seperti Nussa, Si Juki the Movie, atau Riki Rhino.

Munculnya film yang diprediksi berkualitas rendah namun bisa tayang di bioskop berisiko merusak dua hal:

Baca Juga: 7 Fakta AK-47, Senapan yang 'Nongol' di Film Merah Putih One for All

Reputasi Animator Lokal: Bisa menciptakan persepsi bahwa standar animasi Indonesia memang serendah itu.

Jika penonton merasa dikecewakan, mereka akan kapok menonton film animasi lokal lainnya, memukul rata semua karya anak bangsa.

Kritik pedas Hanung, meskipun kontroversial, dapat dilihat sebagai "peluit" peringatan agar ada standar minimum yang harus dipenuhi sebelum sebuah karya dilempar ke pasar, demi kesehatan ekosistem film jangka panjang.

Kini, bola panas ada di tangan produser untuk membuktikan kualitas filmnya, dan juga di pihak bioskop untuk memberikan transparansi mengenai sistem penjadwalan mereka. Pada akhirnya, penontonlah yang akan menjadi hakim terakhir.

Bagaimana pendapatmu? Apakah kritik Hanung ini adalah bentuk kepedulian yang perlu, atau justru serangan yang tidak etis?

Dan apakah kamu penasaran untuk menonton filmnya dan membuktikan sendiri ucapan Hanung? Mari berdebat di kolom komentar!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI