Suara.com - Fakta-fakta film Merah Putih One for All banyak disorot oleh warganet. Film yang diklaim nasionalis ini dinilai jauh dari prinsip nasionalisme.
Alih-alih melambungkan citra industri film nasional, Merah Putih One for All justru dituduh menurunkan harapan. Padahal film ini akan ditayangkan dalam perayaan HUT ke-80 RI. Ada banyak fakta dari film Merah Putih yang disorot warganet, berikut lima di antaranya.
1. Film Nasionalis Tapi Judul Pakai Bahasa Inggris
Film Merah Putih yang disebut sebagai film nasional justru menggunakan bahasa Inggris dalam komposisi judulnya. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal 36 disebutkan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

Tujuan penggunaan bahasa Indonesia di antaranya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bahasa Indonesia.
2. Habiskan Dana Rp6,7 Miliar
Produksi film Merah Putih One for All menelan biaya Rp6,7 miliar. Informasi tersebut diungkap melalui unggahan akun Instagram @movreview yang menautkan postingan @totosoegriwo pada 8 Agustus 2025.
Dalam keterangan unggahan itu disebutkan, film berdurasi 70 menit ini diproduksi oleh rumah produksi Perfiki.tv dengan sutradara Endiarto dan Bintang.
![Endiarto, produser eksekutif sekaligus sutradara film Merah Putih One For All saat ditemui di kantornya di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 12 Agustus 2025. [Suara.com/Tiara Rosana]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/12/72969-endiarto-produser-eksekutif-sekaligus-sutradara-film-merah-putih-one-for-all.jpg)
Produser Eksekutif Sonny Pudjisasono menyebutkan langsung bahwa anggaran produksi mencapai Rp 6,7 miliar. Dengan biaya tersebut, proyek Merah Putih One For All baru dimulai pada Juni 2025 dan rampung hanya dalam waktu sekitar dua bulan.
Baca Juga: Sutradara Merah Putih One For All Jawab Tudingan Jiplak: Kami Pakai Template Karena Faktor Biaya
3. Karakter Non-orisinil
Film Merah Putih One for All dituding warganet hanya menggunakan aset-aset murah dari Reallusion Content Store dengan harga USD 43,5 atau sekitar Rp700.000 per item. Reallusion Content Store merupakan platform yang menyediakan animasi karakter manusia digital.
Perusahaan ini menekankan penyediaan karakter untuk proyek kreatif dan industri. Karakter produksi Reallusion dibuat senyata mungkin sehingga dapat menghiasi media dan hiburan, visualisasi arsitektur, hingga simulasi AI.

Sejumlah warganet memposting perbandingan karakter di film Merah Putih One For All dengan model 3D yang dijual di Reallusion.
Ada beberapa karakter yang tampak mirip seperti Jayden karya Junaid Miran, Tommy karya Chihuahua Studios, serta Ned dan Francis yang dijual di Reallusion.
4. Mendapat Dukungan Pemerintah
Lucunya, film yang masih 'mentah' ini mendapatkan dukungan wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Ekraf) Irene Umar. Irene lantas buka suara melalui akun Instagramnya terkait viralnya Film Merah Putih One for All yang kualitasnya buruk.
Irene menegaskan Kementerian Ekraf tak memberikan bantuan finansial atau fasilitas produksi terhadap film animasi terbaru Merah Putih One for All.
"Semua #PejuangEkraf itu bebas berkarya selama memberi dampak positif. Namun, kami tidak memberikan bantuan finansial dan tidak memberikan fasilitas promosi," tulisnya melalui akun Instagram @irene.umar.
Irene mengungkapkan jika pihaknya hanya menerima audiensi produser dan memberikan masukan saja. Namun, Irene juga menekankan semua pelaku industri kreatif bebas berkarya selama memberi dampak positif.
5. Kreator Film Angkat Bicara
Terkait dengan kualitas film tersebut, sang kreator film, Endiarto pun angkat bicara. Ia mengaku jika perjalanan proses produksi film Merah Putih: One For All memang tidak mudah.
Saat proses produksi berlangsung, Endiarto mengaku sempat mencoba menggaet animator profesional dari studio lain, tetapi tak tercapai karena kendala biaya. Beberapa animator juga disebut tidak sanggup ambil bagian karena Merah Putih mengangkat format film panjang animasi.
Hal serupa pun juga terjadi ketika mereka berusaha mengajak musisi untuk mengisi scoring. "Tahun kemarin saya sudah mencari informasi dan ketemu animator dari Yogya, Bandung, Jakarta. Saya utarakan niat dan mereka berkata enggak sanggup. Musik juga begitu. Awalnya oke, tapi endingnya ada angka yang diberikan. Jadi, agak repot. Nah, ketika saya ajak kawan-kawan ini, mereka tidak bicara angka," keluhnya.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni