Suara.com - Industri musik Tanah Air dibuat geger oleh langkah radikal Tompi. Keputusannya keluar dari Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan menggratiskan semua lagunya.
Tentu hal ini adalah protes keras yang membuka 'Kotak Pandora' tentang masalah yang sudah lama jadi bisik-bisik di kalangan musisi.
Biar nggak bingung, yuk kita bedah satu per satu apa saja poin-poin penting di balik aksi berani Tompi ini.
1. Pertanyaan Maut yang Tak Pernah Terjawab
Akar dari semua ini adalah satu pertanyaan fundamental yang menurut Tompi tak pernah bisa dijawab dengan memuaskan oleh pihak lembaga pengelola royalti (LMK).
Selama bertahun-tahun, ia selalu menanyakan hal yang sama:
"EMANG NGITUNGANYA GMN? Ngebaginya atas dasar apa!???"
Bayangkan, kamu punya karya tapi tidak pernah tahu secara transparan bagaimana penghasilan dari karya itu dihitung.
Menurut Tompi, jawaban yang ia terima selalu berbelit-belit dan tidak masuk akal sehat. Inilah yang menjadi puncak kekecewaannya, karena sebagai pemilik hak cipta, ia merasa berhak tahu metodologi yang jelas.
Baca Juga: Membongkar 'Kotak Pandora' Royalti Musik: Di Balik Protes Tompi, Ada Apa dengan WAMI dan LMK?
2. Warisan Perjuangan Bersama Mendiang Glenn Fredly
Keresahan ini ternyata bukan hanya milik Tompi seorang. Dalam curhatnya, ia mengungkapkan bahwa pertanyaan dan kekecewaan yang sama sering ia diskusikan dengan sahabatnya, mendiang Glenn Fredly.
"Dulu sama Glenn saya beberapa kali diskusi tentang LMK ngutip dan ngebagi royalti dari konser. Belum pernah puas dan jelas dengan jawaban dari semua yang pernah saya tanyai," tulis Tompi.
Fakta ini memberi bobot lebih pada protes Tompi. Ini bukan sekadar amarah sesaat, melainkan sebuah perjuangan berprinsip yang juga menjadi perhatian besar bagi seorang ikon seperti Glenn Fredly, yang seumur hidupnya vokal memperjuangkan ekosistem musik yang adil dan transparan.
3. Apa Itu LMK? 'Mesin Uang' yang Dianggap Penuh Misteri
Banyak yang bertanya, sebenarnya WAMI itu apa? WAMI adalah salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia.
Tugasnya mulia menarik bayaran (royalti) dari kafe, radio, TV, atau konser yang memakai lagu-lagu anggotanya, lalu membagikan uang itu kepada para pencipta lagu.
Masalahnya ada di proses pembagiannya. Para musisi sering merasa proses ini seperti black box atau kotak hitam. Mereka hanya menerima laporan hasil akhir tanpa tahu detail perhitungannya.
Inilah yang membuat LMK, yang seharusnya menjadi mitra, justru sering kali dianggap sebagai lembaga misterius yang sulit ditembus.
4. Aksi 'Nuklir': Menggratiskan Lagu Sebagai Protes Tertinggi
Sebagai puncak protesnya, Tompi melakukan hal yang paling ditakuti oleh sistem penagihan royalti: ia menggratiskan lagunya!
"SILAHKAN YANG MAU MENYANYIKAN LAGU-LAGU saya di semua panggung-panggung pertunjukan, konser, kafe: mainkan. Saya gak akan ngutip apapun sampai pengumuman selanjutnya," tegasnya.
Ini adalah langkah 'nuklir'. Tompi seolah berkata, "Jika sistemnya tidak adil dan transparan, maka saya lebih baik tidak mendapatkan apa-apa dari sistem ini." Ia, sebagai pemilik karya, mengambil alih kembali kuasanya dan mem-bypass lembaga yang seharusnya mewakilinya.
Langkah ini mengirim pesan kuat bahwa masalah utamanya bukan uang, tapi prinsip keadilan dan transparansi.