Suara.com - Setiap kali Tim Nasional (Timnas) Indonesia berlaga di kandang, ada satu momen sakral yang menyatukan puluhan ribu suporter.
Usai pertandingan su[orter Indonesia langsung menggemakan lagu Tanah Airku yang membahana di seluruh penjuru stadion.
Momen emosional yang membangkitkan rasa bangga ini ternyata menyimpan sebuah diskursus kompleks di persimpangan jalan antara kewajiban hukum dan sentimen kebangsaan.
Baru-baru ini, perdebatan mengenai hak ekonomi atas karya cipta musik kembali mengemuka. Kali ini menyorot langsung lagu ikonik ciptaan Saridjah Niung, atau yang lebih dikenal sebagai Ibu Soed.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) bersama Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) mengangkat isu kewajiban pembayaran royalti untuk setiap lagu yang diputar dalam acara berskala besar dan bersifat komersial, termasuk pertandingan sepak bola yang diselenggarakan oleh PSSI.
Menurut prinsip hukum yang dipegang teguh oleh lembaga kolektor royalti, penggunaan karya musik di ruang publik untuk tujuan komersial harus disertai dengan kompensasi finansial kepada pencipta atau ahli warisnya.
Hein Enteng Tanamal, sebagai pendiri KCI, menegaskan bahwa Undang-Undang Hak Cipta tidak memberikan pengecualian.
Ia menekankan bahwa regulasi ini berlaku universal, baik untuk lagu pop modern maupun lagu perjuangan yang telah mengakar di hati masyarakat.
Pihaknya berpendapat bahwa penyelenggaraan pertandingan Timnas, yang melibatkan penjualan tiket dan sponsor, jelas masuk dalam kategori kegiatan komersial yang wajib memenuhi kewajiban royalti.
Baca Juga: Aksi Gila Jay Idzes Latihan Perdana di Sassuolo, Tak Ada Nafas Langsung Gas
Namun, sebuah perspektif yang menyejukkan datang dari pihak yang paling berhak atas warisan mahakarya tersebut.
Para ahli waris mendiang Ibu Soed secara terbuka menyatakan sikap yang bertolak belakang dengan tuntutan hukum tersebut.
Melalui perwakilannya, keluarga menegaskan bahwa mereka merasa terhormat dan justru mempersilakan lagu "Tanah Airku" untuk terus dikumandangkan dalam setiap laga Timnas tanpa perlu memikirkan imbalan finansial.
Bagi keluarga, penggunaan lagu tersebut untuk membakar semangat para pemain dan suporter adalah sebuah kebanggaan yang nilainya melampaui materi.
"Itu untuk kepentingan bangsa dan negara," demikian pernyataan tegas dari pihak keluarga, yang menggarisbawahi dedikasi lagu tersebut sebagai milik bersama seluruh rakyat Indonesia dalam konteks kebangsaan.
Sikap tulus dari ahli waris ini menempatkan penyelenggara, dalam hal ini PSSI, dalam posisi yang unik.
Di satu sisi, ada kewajiban legal yang ditegaskan oleh LMKN dan KCI. Di sisi lain, ada restu penuh dari keluarga pencipta yang melepaskan hak ekonominya atas dasar semangat nasionalisme.
Hingga saat ini, belum ada keputusan final mengenai apakah PSSI akan tetap dikenai kewajiban membayar royalti untuk lagu "Tanah Airku".

Polemik ini menjadi cerminan dari tantangan yang lebih besar dalam penerapan UU Hak Cipta di Indonesia, terutama ketika berhadapan dengan karya-karya yang memiliki nilai historis dan simbolis bagi bangsa.
Dukungan dari keluarga Ibu Soed telah menjadi sinyal kuat bahwa di luar kerangka hukum dan hitungan bisnis, musik memiliki kekuatan untuk menjadi perekat persatuan yang tak ternilai harganya.