- Shanju JKT48 istri Jojo yang tengah berlibur mengaku malas melihat media sosial karena isinya huru-hura di Indonesia.
- Pernyataan ini pun membuat masyarakat geram dan menilai Shanju tak peka dengan kondisi bangsa.
- Seorang fans yang mengaku biasanya senang melihat story Shanju, kali ini mengaku kecewa.
Suara.com - Shania Junianatha atau Shanju eks JKT48 tengah menjadi sorotan publik setelah pernyataannya di media sosial dianggap tidak peka terhadap situasi Indonesia yang penuh gejolak.
Dalam unggahan Instagram story, istri dari atlet bulu tangkis Jonatan Christie itu menulis dirinya malas membuka media sosial karena banyak berita soal kondisi Indonesia yang membuatnya lelah.
"Enggak pernah update apapun tentang gini-ginian. Enggak tahu sih, tapi sampai malas buka sosmed lama-lama lihat berita seliweran," tulis Shanju dalam unggahannya.
Pernyataan tersebut langsung memicu kritik warganet yang menilai Shanju tidak memiliki empati terhadap penderitaan rakyat di tengah gelombang demonstrasi massal yang terjadi sejak akhir Agustus 2025.
Salah satu komentar warganet menyebut Shanju sebaiknya menikmati liburannya di Swiss dan tidak menyinggung soal demo jika memang tidak sanggup menghadapi berita-berita tersebut.
"Kalau memang capek lihat berita demo di mana-mana, silakan tutup HP dan kembali nikmati liburan kamu di Swiss. Tapi ngomongin demo di IG Story di saat kami di Indonesia banyak yang lagi nyebarin berita dan ngedokumen demo, nyumbang logistik, bahkan turun ke jalan, sangat tidak sensitif," tulis seorang warganet dengan nada kesal.
Komentar lain bahkan menyebut Shanju sudah termasuk ke dalam kelompok istri-istri atlet yang dinilai problematik dan tone deaf.
"Shanju sudah join ke persatuan istri-istri atlet yang problematik dan tone deaf. Lanjutin liburanmu aja ci, aku biasanya seneng lihat story-story kamu, tapi yang itu ewww. Kamu cuma kehilangan kenikmatan buka medsos, di sisi lain banyak rakyat yang memang lagi berjuang sampai kehilangan nyawa," tulis warganet lain.
Kritikan semakin tajam ketika sejumlah akun mengingatkan bahwa banyak korban jiwa jatuh akibat tindakan represif aparat dalam membubarkan demonstrasi.
Baca Juga: UU Pernah Cepat Disahkan, Ferry Irwandi: 17+8 Tuntutan Rakyat Harusnya Juga Bisa

"People die @shanju, dibunuh oleh aparat. Tidak ada yang seharusnya nyaman melihat ketidakadilan. Kalau kamu tidak bisa mengamplifikasi suara rakyat, setidaknya yang paling sedikit bisa kamu lakukan adalah berempati," ujar komentar lain.
Gelombang demonstrasi sendiri tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga merambah ke kota-kota besar lain seperti Yogyakarta, Solo, Surabaya, Medan, Bandung, Makassar, hingga Papua.
Aksi protes besar ini dipicu oleh isu kenaikan tunjangan anggota DPR RI yang kemudian melebar menjadi tuntutan mengenai kesenjangan ekonomi, upah rendah, meningkatnya pengangguran, hingga dugaan kemunduran demokrasi.
Situasi kian panas setelah seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob saat aparat membubarkan massa di Jakarta.
Kematian Affan memicu solidaritas nasional dan gelombang protes lanjutan yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah serta aparat keamanan.
Tidak hanya itu, di Makassar tiga orang meninggal akibat terjebak dalam gedung dewan daerah yang terbakar saat bentrokan terjadi antara demonstran dan aparat.