Review Film Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu

Sumarni Suara.Com
Jum'at, 21 November 2025 | 20:00 WIB
Review Film Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu
Review Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu (imdb)

Suara.com - Saya datang ke bioskop dengan harapan yang cukup tinggi, mirip seperti menunggu reuni band favorit yang sudah lama vakum.

Ada rasa optimis, tapi ada juga kekhawatiran bahwa mungkin nostalgia saya lebih kuat daripada kemampuan mereka mengulang kejayaan.

Setelah Wicked: Part One tampil memukau dengan warna cerah, humor manis, dan musikal yang kuat, tentu saya berharap Wicked: For Good dapat memberikan penutupan epik.

Nyatanya, film ini memberikan pengalaman yang indah, meski kadang seperti makanan lezat yang kurang sedikit garam dan penyedap rasa.

Banyak momen yang membuat saya terpesona, tetapi ada kalanya saya justru ingin menyelipkan sticky note ke meja editor filmnya dengan pesan kritik yang halus.

Tetap saja, perjalanan kembali ke Oz selalu menyenangkan, meski kali ini jalannya sedikit berliku.

Ketika Dua Pemeran Utama Menjadi Penyelamat Cerita

Review Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu (imdb)
Review Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu (imdb)

Kalau film ini punya kekuatan super, kekuatan itu jelas datang dari Cynthia Erivo dan Ariana Grande.

Chemistry mereka solid seperti lem tembak terbaik di toko kerajinan, hubungan Elphaba dan Glinda terasa emosional, rapuh, dan kadang bikin hati saya meleleh sedikit.

Baca Juga: Dominasi Hyun Bin dan Son Ye Jin di Blue Dragon Film Awards 2025, Ini Daftar Lengkap Pemenangnya

Ariana bahkan membuat saya terkesan dengan aktingnya, ketika emosinya melesat jauh lebih dalam daripada yang mungkin diantisipasi banyak orang.

Sementara Cynthia tetap menjadi poros moral dan emosional cerita, membawa kompleksitas Elphaba dengan keanggunan yang sulit disaingi.

Para pemeran lain, Jonathan Bailey, Ethan Slater, Jeff Goldblum, dan Michelle Yeoh, akhirnya diberi porsi manusiawi, bukan hanya tempelan saja.

Goldblum Sang Penyihir tampil eksentrik seperti biasa, Slater dan Bailey mengisi ruang dengan baik.

Namun Michelle Yeoh seperti karakter yang numpang lewat saja. Performanya kali ini terasa agak lemah.

Kombinasi Drama Politik dan Sihir yang Cukup Oke

Review Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu (imdb)
Review Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu (imdb)

Hal yang saya apresiasi adalah bagaimana film ini memperdalam konflik moral Elphaba.

Usahanya memperjuangkan para Animals, kemarahannya pada ketidakadilan, hingga kesedihan Oz karena merasa telah membunuh putrinya sendiri, semua itu menambahkan bobot emosional cerita.

Glinda juga mendapat perkembangan karakter yang akhirnya terasa penting, dia mulai melawan, mengambil keputusan sendiri, dan berhenti menjadi ikon kecantikan yang pasrah mengikuti arus.

Momen ketika dia menantang Madame Morrible dan ketika pergi menemui Elphaba dengan penyamaran adalah titik-titik yang membuat saya berpikir, "Akhirnya, Glinda!"

Namun ketika sampai pada bagian akhir cerita, film ini seperti melewatkan kesempatan untuk mencapai puncak emosional.

Keputusan Elphaba untuk mengorbankan diri sebenarnya sangat kuat dan tragis, sebuah penutup yang secara tematis sempurna.

Tapi twist bahwa dia ternyata masih hidup membuat momen itu kehilangan bobotnya, terasa seperti pengorbanan yang sia-sia.

Visual Memukau, Tapi Editingnya Kadang Terlalu Semangat

Review Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu (imdb)
Review Wicked: For Good, Penutup Manis yang Kadang Terasa Kurang Bumbu (imdb)

Secara teknis, film ini tidak main-main. Produksi, kostum, makeup, hingga efek visual tampil meyakinkan dan seringkali memukau. Bahkan sinematografinya terasa lebih matang daripada film pertama.

Masalahnya ada pada ritme. Kadang film terasa seperti sedang terburu-buru, lalu tiba-tiba melambat seperti kereta tua yang kehabisan batu bara.

Beberapa adegan penting dipotong terlalu singkat, sementara momen yang tidak terlalu krusial justru berlangsung panjang.

CGI juga mengalami nasib campuran, kadang mulus, kadang terlihat seperti game lama yang di-remaster setengah hati.

Ada beberapa adegan yang terlihat kusam, padahal Oz biasanya adalah dunia penuh warna.

Pada akhirnya, Wicked: For Good tetap merupakan penutup yang cantik dan emosional, meski tidak sekuat pendahulunya.

Ada momen yang sangat menyentuh, ada lagu-lagu yang mengangkat suasana, dan ada visual yang membuat saya ingin menetap sebentar di Oz.

Namun ada juga keputusan naratif dan teknis yang membuat film ini terasa kurang "menggelegar" dibanding Part One.

Wicked mungkin tidak memberikan keajaiban sempurna kali ini, tapi sihirnya belum sepenuhnya pudar. Dan untuk saya, itu sudah cukup.

Kontributor : Chusnul Chotimah

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI