- Series 18+ laris karena menawarkan konten realistis tanpa sensor, membedakannya dari tontonan televisi konvensional dan pornografi
- Konten dewasa, seperti serial Sugar Baby, bertujuan untuk merefleksikan realita sosial dan memotret karakter yang terluka (broken people), bukan hanya menjual sensualitas
- Para sineas dan aktor menekankan pentingnya profesionalitas dan komunikasi interpersonal di lokasi syuting untuk menjaga batasan adegan intim tanpa perlu Intimacy Coordinator
Suara.com - Belakangan ini, layanan streaming atau Over-The-Top (OTT) di Indonesia semakin dibanjiri oleh serial-serial berlabel "Dewasa" atau 18+.
Judul-judul yang berani mengangkat tema perselingkuhan, dunia malam, hingga kehidupan ranjang tak lagi tabu untuk ditampilkan.
Fenomena ini memicu pertanyaan besar, yaitu mengapa genre dewasa laku keras di pasaran dan gencar diproduksi oleh para sineas?
Jawabannya ternyata bukan sekadar menjual sensualitas semata.
Kehadiran platform digital legal memberikan ruang bagi penonton dewasa untuk menikmati konten yang realistis, tanpa sensor berlebihan yang kerap memotong esensi cerita di televisi konvensional, serta membedakannya secara tegas dari pornografi.
Hal ini tercermin dalam peluncuran Vidio Original Series terbaru bertajuk Sugar Baby, yang digelar di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 25 November 2025.
Serial yang dibintangi Adipati Dolken, Winky Wiryawan, dan Davina Karamoy ini menjadi studi kasus menarik tentang bagaimana konten 18+ digarap dengan serius sebagai sebuah potret realita sosial, bukan sekadar "film panas".
Potret 'Broken People', Bukan Sekadar Nafsu
Sutradara Sugar Baby, Aldo Swastia, menjelaskan bahwa keberanian mengangkat tema dewasa bertujuan untuk merefleksikan realitas yang ada di masyarakat, khususnya kehidupan metropolitan yang keras.
Baca Juga: Usai OTT Bupati, KPK Tahan 3 Tersangka yang Diduga Terima Uang Korupsi Pembangunan RSUD Koltim
Adegan-adegan intens bukan tempelan, melainkan manifestasi dari keputusasaan karakter.
"Pada dasarnya ini kan Sugar Baby is a story of broken people, like us (cerita tentang orang-orang yang hancur atau terluka, seperti kita). Jadi kita berusaha untuk bukan memerankan, tapi merefleksikan realitas secara natural," ungkap Aldo kepada awak media.
Aldo menambahkan bahwa serial ini memotret konflik batin karakter James (Winky Wiryawan) yang rumah tangganya berantakan, serta Susan (Davina Karamoy) yang terhimpit ekonomi.
Label dewasa di sini berfungsi untuk mempertegas kerumitan masalah orang dewasa yang tidak bisa disederhanakan ala sinetron remaja.
Batas Tegas Antara Seni dan Pornografi
Salah satu alasan mengapa serial 18+ di platform legal laku keras adalah keamanan dan legalitas. Penonton membayar untuk mendapatkan kualitas cerita dan visual yang estetik, bukan konten pornografi murahan.
Winky Wiryawan, pemeran James sekaligus produser musik untuk soundtrack serial ini, menekankan perbedaan mendalam antara sekadar "jajan" dengan fenomena Sugar Baby yang diangkat dalam cerita.
"Ani-ani dan Sugar Baby itu totally different things. Kalau Sugar Baby itu, banyak juga teman gue yang jadi Sugar Daddy itu terlibat perasaan beneran," kata Winky.
"Walaupun memang ada lust (nafsu) di situ, tentunya pasti. Tapi biasanya itu memang ke belakangnya mereka jadi lama, jadi pacaran," lanjut aktor 46 tahun tersebut blak-blakan.
Senada dengan Winky, Adipati Dolken yang memerankan karakter Darma, sopir yang menyamar jadi orang kaya, menilai bahwa rating usia adalah ranah kebijakan platform untuk melindungi penonton, sementara tugas aktor adalah menghidupkan realita tersebut seautentik mungkin.
"Kalau ini akhirnya tayang untuk 18 atau 21 atau 13, itu bukan urusan kita lagi. Tapi itu urusan Production House dan Vidio. Sebagai aktor nggak ada masalah, karena kan kita cuman berakting aja sesuai instruksi director," tegas Adipati.
Profesionalitas Tanpa 'Intimacy Coordinator'
Gencarnya produksi serial dewasa juga menuntut profesionalitas tinggi di lokasi syuting. Isu keamanan dan kenyamanan aktor saat melakukan adegan intim menjadi sorotan.
Meski tren global mulai menggunakan jasa Intimacy Coordinator (koordinator intimasi), Aldo Swastia memilih pendekatan komunikasi interpersonal yang kuat.
Menurutnya, penggunaan koordinator justru dikhawatirkan membuat suasana menjadi kaku dan terlalu teknis, padahal isu utama serial ini lebih luas dari sekadar adegan ranjang.
"Sebenarnya kalau misalnya kita melibatkan Intimacy Coordinator waktu itu, menjadi terlalu serius jadinya mikirnya. Sementara isunya lebih ke yang lain," jelas Aldo.
Winky Wiryawan pun membocorkan bagaimana ia dan Davina Karamoy membangun batasan yang aman tanpa bantuan koordinator khusus.
"Aku sama Davina itu begitu pas ngelihat script-nya, udah langsung kayak tahu bahwa, 'Oke, ditandain pakai stabilo merah'. Aku langsung straight to the point sama Davina kayak, 'Daf, batasannya boleh sampai mana?'," cerita Winky.
Tuntutan Peran dan Realita Ekonomi
Larisnya genre ini juga didukung oleh kemampuan para aktor dalam menghidupkan karakter yang kompleks.
Davina Karamoy, yang memerankan Susan, mengaku tidak sembarangan mengambil peran "penggoda". Dia melihat ada alasan kuat di balik keputusan karakternya terjun ke dunia gelap tersebut.
"Banyak sugar baby di luar sana yang kondisinya mirip Susan, harus menghidupi keluarga karena enggak punya orang tua. Dia sayang sama keluarganya, makanya terpaksa jadi sugar baby. Sebenarnya dia enggak mau, tapi sudah enggak ada pilihan lain," tutur Davina.
Pada akhirnya, tren serial 18+ di Indonesia membuktikan bahwa penonton lokal semakin cerdas dan mendambakan tontonan yang jujur, relevan, dan berani mengupas sisi lain kehidupan manusia, selama disajikan dalam koridor hukum dan platform yang legal.