Secara mikro yakni mengukur seluruh bayi dibawah dua tahun (baduta), kenapa baduta karena masih bisa di treatment supaya tidak stunting. Diukur by name by address guna menentukan diagnosis klinisnya kasus per kasus. Namun ada pertanyaannya, apakah hal tersebut bisa dilakukan.
“Apabila hal tersebut tidak bisa dilakukan maka dengan data survei per kabupaten atau regional. Kalau ini dilakukan maka kebijakan yang diambil adalah secara makro yakni semua baduta tidak kasus per kasus di treatment semua, tentunya hal ini memerlukan biaya yang besar. Maka dalam forum ini kami berharap tidak lagi berdiskusi panjang, namun bisa bersikap menentukan hal apa yang bisa dilakukan,” tegasnya.
Sementara, Ketua Umum DPP PERSAGI Entos Zainal, mengatakan pihaknya siap memberikan dukungan kepada pemerintah guna mewujudkan status gizi yang optimal pada masyarakat guna mencegah stunting.
“PERSAGI akan segera melakukan mitigasi dan merumuskan untuk dapat memberikan masukan bagi BKKBN dalam upaya pencegahan stunting, sehingga intervensi gizi dan manajemen yang tepat bisa segera dilakukan,” kata Entos.
PERSAGI yang memiliki 33 ribu anggota, tersebar di Indonesia, selama ini telah melakukan berbagai upaya melalui Edukasi gizi seperti cegah stunting, pemberian ASI eksklusif sebagai gaya hidup, makanan pendamping ASI adequate, gizi seimbang, dan cegah obesitas.
"Juga pemberdayaan masyarakat melalui posyandu, kader mampu menimbang dan mengisi KMS dengan benar memberi penyuluhan, menerapkan K3 yakni kebun, kolam, kandang; pelayanan gizi di fasyankes yang berorientasi pada masyarakat dan komunitas, fasyankes serta peningkatan kompetensi SDM,” tandas Entos.