"Saat orgasme, otot-otot mengendur dan membuat sulit menahan kencing, sehingga cairan dikeluarkan melalui uretra," sambungnya.
Namun, sebuah analisis ilmiah tentang cairan tersebut yang dilakukan oleh seksolog Amerika Beverly Whipple pada awal 1980-an menunjukkan, urea dan kreatin (unsur kimia dari urine) berada dalam kadar rendah dalam cairan yang dikeluarkan saat squirting.
Peneliti juga mendeteksi adanya zat tambahan, yakni antigen khusus prostat atau PSA.
Pada pria, PSA diproduksi oleh prostat. Tetapi tubuh wanita juga sebenarnya mengandung jaringan prostat, struktur yang dikenal sebagai kelenjar Skene atau kelenjar paraurethral.
Letaknya di dinding depan vagina, dan beberapa studi menunjukkan jaringan tersebut mengalir melalui aluran ke ujung bawah uretra.
Beberapa spesialis sekarang percaya kelenjar ini memainkan peran penting dalam membantu menghasilkan cairan, terlepas dari squirting.
"Berbagai tingkat perkembangan anatomi dan ukuran kelenjar ini pada setiap orang mungkin menjelaskan mengapa beberapa wanita mengalami ejakulasi (squirting) secara dramatis, sedangkan yang lainnya tidak," kata pendidik seks Samantha Evans.
Cairan yang keluar selama squirting juga memiliki warna yang berbeda dengan urin.
"Umumnya cairan yang keluar cenderung bening, tidak kuning, dan tidak bau atau rasa yang sama seperti urine. Sebagai mantan perawat, saya sering bertemu dengan urine dan menurut saya itu bukan hal yang sama," sambungnya.
Baca Juga: Tanpa Obat, Ini Tips Tahan Ejakulasi Agar Tidak Cepat Keluar
Secara anekdot, banyak wanita yang juga berpikir cairan squirting bukanlah urin.