3. Bisa dipicu stres kronis

Melansir dari Medical Xpress, stres psikososial kronis yang melibatkan jalur yang disebut sumbu hipotalamus hipofisis-adrenal (sumbu HPA) mungkin berkontribusi pada pengembangan penyakit Alzheimer.
Tinjauan baru ini telah diterbitkan dalam ulasan biologis yang menggambarkan bagaimana faktor lingkungan dan genetik dapat memengaruhi sumbu HPA individu, dan pada akhirnya risiko penyakit Alzheimer.
"Apa yang kita ketahui adalah bahwa tekanan kronis memengaruhi banyak jalur biologis di dalam tubuh kita. Ada intrat intrat antara paparan tekanan kronis dan jalur yang mempengaruhi reaksi tubuh terhadap stres seperti itu," kata penulis senior David Groth, Ph.D., dari Universitas Curtin, di Australia.
4. Lebih cepat berkembang pada perempuan

Penelitian menunjukkan bahwa protein Tau dan beta-amyloid adalah dua protein yang diketahui berkumpul dan menumpuk di otak pada pasien penderita Alzheimer.
Disfungsi memori muncul kemudian saat Tau mulai menumpuk. Dalam hal ini, perempuan lebih cepat mengakumulasikan Tau daripada pria, sehingga meningkatkan pertumbuhan penyakit Alzheimer lebih cepat.
"Tingkat akumulasi Tau sangat bervariasi antara individu dengan jenis kelamin yang sama, tetapi di lobus temporal yang dipengaruhi oleh penyakit Alzheimer kami menemukan tingkat akumulasi 75 persen lebih tinggi pada perempuan sebagai kelompok dibandingkan dengan pria," jelas Ruben Smith, penulis pertama penelitian.
Baca Juga: Hari Alzheimer Sedunia 2021, Kenali Gejala Hingga Faktor Risikonya
5. Cegah dengan pola makan mediterania

Pola makan yang kaya sayuran, buah-buahan, minyak zaitun, dan ikan (pola makan mediterania) bisa melindungi otak. Hal ini disebabkan karena pola makan tersebut melindugi otak dari penumpukan dan penyusutan plak.
Melansir dari Medicinenet, para peneliti di Jerman melihat hubungan antara pola makan dan protein amiloid dan tau, protein yang ditemukan di otak orang demensia dan Alzheimer. Penelitian tersebut dipublikasikan secara online 5 Mei di jurnal Neurology.
"Hasil ini berkontribusi pada bukti yang menghubungkan kebiasaan makan dengan kesehatan otak dan kinerja kognitif di usia tua," kata pemimpin peneliti Tommaso Ballarini, peneliti postdoctoral dari Pusat Jerman untuk Penyakit Neurodegeneratif di Bonn.