“Nu rancu dengan kata ‘baru'. Dan 'Xi' tidak digunakan karena itu adalah nama belakang yang umum," kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic, dikutip dari New York Times.
WHO menetapkan penamaan suatu penyakit berdasarkan alfabet Yunani agar tidak disebut dengan lokasi kasus pertama dari virus ditemukan. Menurut WHO, hal itu bisa menyebabkan pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional maupun etnis apa pun.
Menurut WHO, penamaan tersebut jadi lebih sederhana dan mudah diakses, tidak seperti nama ilmiah variannya yang sulit untuk diucapkan dan diingat juga rentan terhadap kesalahan pelaporan.
Angela Rasmussen, seorang ahli virologi di Universitas Saskatchewan, mengatakan dia melakukan banyak wawancara dengan wartawan.
Sebelum sistem penamaan Yunani diumumkan, dia bingung cara menjelaskan perbedaan tentang varian B.1.1.7 dan B.1.351 yang sekarang dikenal sebagai Alpha, yang muncul di Inggris, dan Beta, yang muncul di Afrika Selatan.
“Itu membuatnya sangat rumit untuk dibicarakan ketika Anda terus-menerus menggunakan sup alfabet dengan sebutan varian. Pada akhirnya orang-orang akhirnya menyebutnya varian Inggris atau varian Afrika Selatan," kata Angela.
Namun, menyebut varian virus corona dengan negara asalnya ditemukan dinilai tidak adil dan memunculkan stigmatisasi juga diskriminatif.