Suara.com - Ahli bedah di Universitas New York (NYU) telah berhasil mentransplantasikan jantung babi yang direkayasa secara genetik pada dua orang yang mengalami mati otak.
Menurut para peneliti transplatansi jantung babi ini mungkin akan menjadi selangkah lebih dekat ke tujuan jangka panjang dalam menggunakan setiap bagian babi untuk masalah medis dan mungkin transplantasi organ manusia.
Pada kasus transplantasi jantung babi yang kali ini, mereka mengatakan jantung bisa berfungsi normal tanpa adanya tanda-tanda penolakan selama masa percobaan 3 hari di bulan Juni dan Juli 2022.
Eksperimen ini lanjutan dari kasus kematian seorang pria akibat penyakit jantung terminal, yang menjadi orang pertama penerima transplantasi jantung babi.
Sebelumnya, ia sempat membuat sejarah selama 2 bulan sebagai orang pertama yang menerima jantung babi di University of Maryland. Tetapi, transplantasi jantung babinya itu gagal dan ia pun meninggal dunia tanpa penyebab kegagalan yang jelas.
![Ilustrasi rumah sakit. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2016/05/15/o_1aipkuek0gns6v1l11mh87lka.jpg)
Menurut NYU, jantung babi ini direkayasa oleh Revivicor dan menyaringnya untuk virus menggunakan protokol pemantauan yang ditingkatkan.
Jantung juga tidak menunjukkan bukti adanya virus babi yang disebut porcine cytomegalovirus yang terdeteksi dalam darah pria Maryland dan mungkin telah menyebabkan kematiannya.
Babi memiliki empat modifikasi genetik untuk mencegah penolakan dan pertumbuhan organ abnormal sekaligus membantu mencegah ketidakcocokan antara babi dan manusia.
Peneliti NYU juga mentransplantasikan ginjal babi ke dua penerima yang mati otak pada tahun 2021.
Baca Juga: Distanak Manokwari Papua Barat Pantau Virus African Swine Fever Serang Ternak Babi
Saat ini, mereka percaya bahwa xenotransplantasi lebih aman pada pasien mati otak daripada pasien hidup dan lebih informatif karena biopsi dapat dilakukan lebih sering.