Kehidupan Anak yang 'Dijual' Online: Tren Parenting atau Eksploitasi Terselubung?

Vania Rossa Suara.Com
Senin, 07 April 2025 | 19:55 WIB
Kehidupan Anak yang 'Dijual' Online: Tren Parenting atau Eksploitasi Terselubung?
Ilustrasi momfluencer. (Freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Itu video waktu aku mandi, dikira lucu, tapi sekarang aku malu,” ujarnya pelan mengenai video yang diunggah saat usianya masih dua tahun.

Kasus serupa terjadi di berbagai belahan dunia. Di Prancis, misalnya, seorang remaja menggugat ibunya karena membagikan ratusan foto masa kecilnya tanpa izin.

Di Amerika Serikat, beberapa anak yang pernah dijadikan model konten sang ibu, kini bicara lantang soal trauma yang mereka alami, termasuk kehilangan privasi, tekanan psikologis, hingga perasaan bahwa mereka 'bekerja' tanpa bayaran atau persetujuan.

Hal ini mengangkat pertanyaan hukum dan etika penting: siapa pemilik konten kehidupan seorang anak: apakah orang tuanya, atau anak itu sendiri?

Celah Regulasi dan Minimnya Perlindungan Hukum

Di Indonesia, regulasi mengenai hak anak dalam ruang digital masih kabur. Undang-undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014) memang menjamin hak anak atas privasi, perlindungan dari eksploitasi, dan tumbuh kembang yang layak.

Namun sayangnya, belum ada aturan teknis yang spesifik membatasi eksposur anak di media sosial, apalagi jika dilakukan oleh orang tua sendiri.

Beberapa negara mulai bergerak. Prancis, misalnya, telah menerapkan undang-undang yang mewajibkan penghasilan dari konten anak disimpan dalam rekening khusus, yang hanya bisa diakses saat mereka dewasa.

Dan sepertinya Indonesia masih tertinggal dalam diskursus ini. Hal itu lantaran, setiap hari, semakin banyak anak yang "lahir digital", mereka dikenal publik bahkan sebelum bisa berjalan dan bicara!

Baca Juga: Al Gore dan Climate Reality Latih 200 Pemimpin Iklim Muda di Jakarta

Antara Niat Baik dan Kepentingan Ekonomi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI