Pandangan senada juga disampaikan oleh Dr(c). Singgih Tomi Gumilang, S.H., M.H., ketua SIBAKUM. Ia menekankan pentingnya dekonstruksi hukum terhadap regulasi narkotika di Indonesia agar tidak menghambat hak konstitusional masyarakat atas pelayanan kesehatan.
“Perkembangan hukum mengenai CBD di Indonesia masih bersifat stagnan dan tertinggal dari kemajuan ilmu pengetahuan,” tegasnya.
Selain untuk terapi epilepsi dan gangguan kecemasan, penelitian juga menunjukkan bahwa CBD dapat membantu penderita insomnia, mengurangi peradangan, serta mempercepat pemulihan setelah cedera.
Oleh karena itu, banyak atlet profesional di luar negeri yang mulai menggunakan CBD sebagai bagian dari program pemulihan mereka. Bahkan, CBD juga berpotensi mempengaruhi reseptor serotonin di otak, menjadikannya alternatif yang menjanjikan untuk terapi antidepresan.
Dengan semakin banyaknya bukti ilmiah dan pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih dulu mengadopsi CBD dalam sistem kesehatan mereka, sudah saatnya Indonesia mengevaluasi ulang pendekatan regulatif terhadap senyawa ini.
E-book yang diterbitkan SIBAKUM tidak hanya menjadi sumber informasi, tetapi juga merupakan seruan intelektual dan kemanusiaan agar Indonesia tidak tertinggal dalam pemanfaatan inovasi medis yang aman dan berbasis bukti.
E-book ini dapat diunduh secara gratis melalui akun Instagram resmi SIBAKUM di [https://www.instagram.com/yayasansibakum/] dan dirancang untuk diakses oleh tenaga medis, akademisi, pembuat kebijakan, serta masyarakat umum yang ingin memahami lebih jauh tentang manfaat dan regulasi CBD.
Dengan pemahaman yang tepat dan regulasi yang mendukung, CBD berpotensi menjadi solusi medis yang aman dan efektif bagi banyak orang di Indonesia.
Baca Juga: 7 Fakta Mengejutkan tentang Herbal Langka yang Hampir Punah