Bukan Lagi Penyakit Orang Tua: Ketika Kanker Kolorektal Menyasar Generasi Milenial dan Gen Z

Dinda Rachmawati Suara.Com
Kamis, 08 Mei 2025 | 17:50 WIB
Bukan Lagi Penyakit Orang Tua: Ketika Kanker Kolorektal Menyasar Generasi Milenial dan Gen Z
Ilustrasi gambar gejala kanker usus stadium awal. (freepik)

Suara.com - Dulu, kanker kolorektal identik dengan lansia. Kini, anggapan itu kian usang. Pasalnya, kanker usus besar dan rektum itu kini mulai menyasar mereka yang masih aktif berkarya, bahkan baru menapaki usia dewasa. 

Ya, generasi milenial dan Gen Z kini berada dalam radar penyakit yang dulu mereka anggap “urusan orang tua”. Menurut data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, kanker kolorektal menempati urutan keempat dari jenis kanker terbanyak di Indonesia.

Tapi yang mengusik adalah laporan dari IARC tahun 2022, sekitar 1.400 pasien kanker kolorektal berasal dari kelompok usia di bawah 40 tahun. Sebanyak 446 kasus bahkan menimpa mereka yang baru menginjak usia 20–29 tahun.

Ini bukan sekadar angka, ini adalah wajah-wajah muda yang harus menelan kenyataan berat di usia produktif. Dr. Zee Ying Kiat, Konsultan Senior Onkologi Medis dari Parkway Cancer Centre, Singapura menegaskan bahwa pola hidup modern memiliki andil besar. 

Pola makan serba instan, tinggi lemak, rendah serat, dan minim gerak adalah kombinasi mematikan yang tidak hanya memperbesar lingkar pinggang, tapi juga membuka pintu bagi kanker.

Dr. Zee Ying Kiat, Konsultan Senior Onkologi Medis dari Parkway Cancer Centre, Singapura (Dok. Istimewa)
Dr. Zee Ying Kiat, Konsultan Senior Onkologi Medis dari Parkway Cancer Centre, Singapura (Dok. Istimewa)

"Semua itu menjadi kombinasi yang diyakini mempercepat proses peradangan dalam saluran cerna, yang dalam jangka panjang dapat memicu pertumbuhan sel abnormal," ujar dia.

Gejala yang Terlalu Biasa untuk Diwaspadai

Menurut Dr. Zee, kanker kolorektal berkembang dari polip, pertumbuhan kecil yang awalnya jinak di lapisan usus besar atau rectum yang dapat berubah menjadi kanker seiring waktu. 

Tantangan utamanya adalah bahwa gejala awal sering kali tidak spesifik, bahkan tak sedikit pasien kanker yang terdiagonis tanpa gejala apapun. Mereka baru mengetahui penyakitnya lewat proses skrining rutin.

Baca Juga: 11 Kenyataan Pahit Jadi Orang Dewasa, Sulit Diterima Gen Z?

Padahal beberapa gejala berikut bisa menjadi gejala awal yang tidak boleh diabaikan, seperti perubahan pola buang air besar baik konstipasi maupun diare yang berkepanjangan, terdapat darah dalam feses, rasa nyeri yang membuat perut terasa tidak nyaman, atau penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.

“Gejala-gejala tersebut memang tidak otomatis berarti kanker tapi jika terus berulang maka jangan abaikan segera lakukan pemeriksaan ke dokter,” tuturnya.

Kolonoskopi: Bukan Sekadar Alat Deteksi, Tapi Penyelamat

Kolonoskopi kini menjadi senjata utama dalam mendeteksi dan mencegah kanker kolorektal. Meski belum umum dilakukan di Indonesia pada usia muda, negara-negara seperti Amerika Serikat telah menurunkan usia rekomendasi skrining dari 50 menjadi 45 tahun. Dan mungkin, perubahan ini harus segera menyusul di Indonesia.

Lebih dari sekadar alat deteksi, kolonoskopi bisa langsung mengangkat polip, jaringan abnormal jinak yang bisa berkembang menjadi kanker. Deteksi sejak dini berarti memberi tubuh kesempatan untuk sembuh, bahkan sebelum kanker benar-benar muncul.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, kanker, bahkan pada stadium lanjut, bukan akhir segalanya. Dengan pendekatan multidisipliner dari dokter bedah, onkolog, ahli gizi, hingga konselor pengobatan kini semakin terarah dan terpersonalisasi. 

Kemajuan seperti genomic profiling memungkinkan terapi disesuaikan dengan profil genetik tumor, meningkatkan efektivitas dan harapan hidup.

Bagaimana Harapan Hidup Penderita?

Tingkat keberhasilan pengobatan dan harapan hidup pasien sangat bergantung pada stadium saat kanker terdeteksi. Bila ditemukan pada stadium I, angka harapan hidup lima tahun bisa mencapai lebih dari 90 persen.

Pada stadium II, angka ini sedikit menurun menjadi sekitar 70–75 persen. Untuk stadium III, peluang bertahan hidup lima tahun berada di kisaran 50–60 persen. 

Namun, pada stadium IV, atau saat kanker telah menyebar ke organ lain, angka harapan hidup anjlok menjadi hanya sekitar 10–15 persen. Berkat pengobatan yang lebih terpersonalisasi, kini angka harapan hidup bisa meningkat hingga sekitar 30 persen pada sebagian pasien.

“Banyak pasien dan keluarga mengira kanker stadium lanjut adalah vonis mati. Padahal, dengan penanganan yang tepat dan multidisipliner, peluang kesembuhan tetap ada, bahkan di stadium lanjut,” jelasnya. 

Deteksi dini menjadi kunci utama dalam menekan angka kematian akibat kanker kolorektal. Meskipun rekomendasi skrining rutin biasanya dimulai pada usia 50 tahun, individu muda dengan faktor risiko tinggi, seperti riwayat keluarga kanker kolorektal atau gejala mencurigakan, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih awal. 

Di tengah meningkatnya ancaman kanker kolorektal pada generasi muda, menjaga gaya hidup sehat dan kesadaran untuk melakukan skrining dini menjadi langkah penting yang tidak boleh diabaikan. 

Dengan perubahan pola hidup sederhana dan pemeriksaan rutin, risiko kanker kolorektal dapat ditekan, dan peluang kesembuhan pun semakin besar.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI