Kisah Mpok Alpa dan Dilema Menyusui bagi Pejuang Kanker Payudara: Amankah untuk Bayi?

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Jum'at, 15 Agustus 2025 | 13:19 WIB
Kisah Mpok Alpa dan Dilema Menyusui bagi Pejuang Kanker Payudara: Amankah untuk Bayi?
Mpok Alpa tetap menyusui bayi kembarnya walau menderita kanker payudara. [istimewa]

Suara.com - Kabar duka meninggalnya komedian Nina Carolina, atau yang akrab disapa Mpok Alpa, akibat kanker payudara pada Jumat, 15 Agustus 2025, menyisakan duka mendalam.

Di tengah perjuangannya melawan penyakit yang disembunyikan selama tiga tahun, terungkap sebuah kisah inspiratif tentang tekadnya untuk tetap memberikan ASI eksklusif bagi bayi kembarnya.

Kisah ini sontak mengangkat kembali pertanyaan krusial yang menjadi dilema bagi banyak perempuan: bolehkah penderita kanker payudara menyusui bayinya?

Pertanyaan ini kompleks dan jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak. Keputusan untuk menyusui bagi seorang pejuang kanker payudara sangat bergantung pada kondisi individu, stadium kanker, dan yang terpenting, jenis pengobatan yang sedang atau telah dijalani.

Sel Kanker Tidak Menular Lewat ASI

Hal mendasar yang perlu dipahami adalah kanker payudara bukanlah penyakit menular. Sel kanker tidak dapat berpindah dari ibu ke bayi melalui Air Susu Ibu (ASI).

"Ibu yang menyusui tidak akan menularkan sel kanker kepada bayinya dan [wanita penyintas kanker payudara] tetap bisa memproduksi ASI," ujar seorang ahli dalam sebuah pernyataan.

Studi dalam Endeavor juga menilai bahwa wanita yang terkena kanker payudara boleh menyusui atau memompa ASI tanpa rasa khawatir akan penularan penyakit itu sendiri.

Secara prinsip, memberikan ASI dari payudara yang sehat, atau bahkan dari payudara yang pernah terkena kanker namun telah dinyatakan bersih, dianggap aman bagi bayi.

Baca Juga: Mpok Alpa Dulu Kerja Apa? Kini Wafat Tinggalkan 4 Orang Anak

Tantangan Utama: Pengobatan Kanker

Meskipun sel kanker tidak menular, tantangan terbesar datang dari metode pengobatan yang dijalani sang ibu. Inilah faktor penentu utama apakah menyusui aman untuk dilanjutkan atau harus dihentikan sementara atau selamanya.

  • Kemoterapi: Ini adalah larangan paling tegas. Obat-obatan kemoterapi yang sangat kuat untuk membunuh sel kanker yang tumbuh cepat dapat masuk ke dalam ASI.Zat kimia ini bisa sangat beracun dan berbahaya bagi bayi, bahkan dalam jumlah kecil, berisiko menghambat pertumbuhan dan menurunkan kekebalan tubuhnya. Dokter akan menyarankan untuk menghentikan menyusui selama perawatan kemoterapi dan beberapa waktu setelahnya sampai obat sepenuhnya keluar dari tubuh.
  • Terapi Radiasi: Terapi radiasi pada area payudara umumnya tidak membuat ASI menjadi radioaktif. Namun, pengobatan ini dapat merusak kelenjar susu, yang mengakibatkan penurunan produksi ASI pada payudara yang diradiasi. Selain itu, radiasi bisa menurunkan elastisitas puting, sehingga menyulitkan bayi untuk melekat dengan benar.
  • Terapi Hormon dan Terapi Target: Sama seperti kemoterapi, obat-obatan yang digunakan dalam terapi hormon (seperti tamoxifen) dan terapi target dapat larut dalam ASI dan berpotensi membahayakan bayi. Oleh karena itu, menyusui tidak dianjurkan selama menjalani terapi ini.
  • Operasi (Lumpektomi atau Mastektomi): Jenis operasi juga berpengaruh. Setelah lumpektomi (pengangkatan benjolan), beberapa wanita mungkin masih bisa menyusui, meskipun produksi ASI bisa berkurang. Jika seorang ibu menjalani mastektomi (pengangkatan seluruh payudara), ia tentu tidak bisa menyusui dari sisi tersebut, namun masih sangat mungkin untuk menyusui hanya dengan satu payudara sehat.

Perjuangan Mpok Alpa dan Rekomendasi Medis

Kisah Mpok Alpa yang berjuang melawan kanker sejak masa kehamilan anak kembarnya memberikan gambaran betapa rumitnya situasi ini.

"Saat hamil pun Mpok Alpa harus menjalani treatment pengobatan untuk cancer, kita bersyukur Rafa dan Rafi lahir dengan selamat saat dia melawan cancernya," jelas Raffi Ahmad, sahabat dekat almarhumah.

Keputusan menyusui saat didiagnosis kanker payudara harus selalu didiskusikan secara mendalam dengan tim medis, yang meliputi dokter onkologi, dokter kandungan, dan konsultan laktasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI