"Saya sudah melakukan cek sampel, kemudian saya coba di cek sampel yang gagal-gagal itu, saya cek C1-nya dengan mata biasa. Ternyata luar biasa, bahkan ada C1 itu yang diubah. Ada C1 yang pindah lokasi, kemudian angkanya mengikuti TPS yang ditiru itu, dan menguntungkan seseorang tentunya," ungkapnya.
Sumber Kesalahan
Kemudian, mengenai kualitatifnya, Anas menyebut telah mencari pola dan algoritmanya. Ditemukan sumber kesalahan bukan pada OCR.
Sistem OCR atau optical character recognition merupakan sistem yang berfungsi untuk memindai dari gambar atau foto dari kertas rekapitulasi suara menjadi teks yang nantinya dikonversi dalam bentuk hitungan suara berbasis elektronik.
Sehingga, dinilai sudah terjadi kejahatan digital di balik permasalahan di aplikasi Sirekap.
"Nah saya juga melihat ada criminal supreme, jadi ada jejak digital kriminal dalam data yang saya kumpulkan, misal tadi perubahan C1. Kemudian angka-angka yang ditambahkan pada paslon tertentu berpola di satu wilayah bahkan dibasis orang lain," katanya.
Sementara itu dalam kesempatan itu, Ahli Rekayasa Perangkat Lunak dan Manajemen Universitas Pasundan Dr Leony Lidya menuliskan karya ilmiah berjudul Sirekap Saksi Bisu Kejahatan Politik 2024.
Dia mengatakan banyak logika yang tidak benar dari pengaplikasian teknologi Sirekap.
"Saya sudah juga sudah bilang Sirekap, dia menyimpan banyak barang bukti kejahatan itu sendiri," kata dia dalam diskusi.
Baca Juga: Server Sirekap Diduga Berada di Luar Negeri, KPU Langgar PP 71/2019?
Dia menilai aplikasi Sirekap seharusnya meminimalisasi kesalahan atau mempercepat penghitungan suara. Namun faktanya, Sirekap justru bekerja seakan memang untuk memenangkan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.