Uniknya Masjid Lautze di Pasar Baru

Esti Utami Suara.Com
Sabtu, 19 Juli 2014 | 08:13 WIB
Uniknya Masjid Lautze di Pasar Baru
Masjid Lautze di Pasar Baru (suara.com/Dinda Rachmawati)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mungkin, tak ada yang menyangka, di antara deretan rumah toko (ruko) di Jalan Lautze, di Kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat terdapat sebuah masjid. Padahal masjid di kawasan Pecinan ini, memiliki sejarah yang cukup kuat dalam perkembangan penyebaran Islam di kalangan etnis Tionghoa.

Saat suara.com mengunjungi masjid ini, Jumat (18/7/2014) beberapa jamaah sedang melepaskan penat sehabis salat Jumat. Meski berada di tengah kawasan yang yang padat dan sibuk, suasana yang sejuk tetap terasa di dalam masjid yang menempati bangunan berlantai empat ini.

Di tengah kesejukan inilah, suara.com berbincang dengan Haji Muhammad Ali Karim Oei, SH, Ketua Umum Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) yang mengelola masjid ini.

Karim Oei mengisahkan masjid ini didirikan oleh ayahnya, Haji Yunus Yahya pada tanggal 9 April 1991, dan kini dikelola YHKO. Awalnya Masjid Lautze, mengontrak sebuah ruko di Jalan Lautze 87-89 Pasar Baru, Jakarta Pusat.

YHKO, kata Ali Karim, kemudian mulai menghimpun jamaah muslim dari etnis Tionghoa dan masyarakat sekitar untuk mendirikan sebuah masjid pada tahun 1993. "Mulai mendirikan Masjid sebagai pusat Syiar Islam yang diberi nama Masjid Lautze, di tempat yang sama," jelasnya.

Berkat sumbangan dari BJ Habibie, Presiden saat itu, pada tahun 1998, ruko ini akhirnya resmi mejadi milik YKHO,
Nama "Lautze" diambil dari tokoh muslim Tionghoa yang memeluk Islam pada tahun 1930an. Di mana, karena keakrabannya dengan beberapa tokoh nasional seperti Soekarno dan Buya HAMKA, Lautze kemudian masuk Islam.

"Beliau saat itu adalah seorang tokoh Muhammadiyah dan pionir dakwah. Seorang muslim yang taat dan berjuang untuk kemerdekaan," ujarnya pada suara.com.

Lautze dalam bahasa Cina, kata Ali Karim, artinya adalah guru. Masjid ini diharapkan menjadi guru yang menyebarkan agama Islam.  Dan Masjid Lautze memang terkenal telah memuallafkan banyak jamaah. Setiap tahunnya, menurut Oei, sekitar 50 orang yang memeluk agama Islam di sini.

Interior.
Dari luar tak ada perubahan yang dilakukan terhadap fasad bangunan. Namun ketika masuk kedalam kita akan mendapat interior yang dirancang dengan menggabungkan unsur Timur Tengah, Cina dan tradisional Indonesia.

Berbeda dengan lazaimnya sebuah masjid, di Lautze Warna merah terlihat sangat mendominasi masjid 'khusus' etnis Tionghoa ini. Ornamen-ornamen seperti lampion kecil di setiap pintu masjid.

Sedangkan, nafas Islam hadir di lengkungan-lengkungan pada bagian pintu dan desain mimbar. Beberapa kaligrafi Al-quran berukuran besar yang padukan huruf kanji, terpajang di beberapa bagian dinding masjid.

Lantai satu dan dua difungsikan untuk tempat beribadah. Sedangkan lantai tiga, digunakan sebagai kantor YKHO. Dan lantai paling atas, atau lantai empat, dimanfaatkan menjadi ruang serba guna.  Pada hari-hari biasa, masjid dibuka pada pukul 09.00 hingga 17.00 WIB. Sedangkan selama Ramadan, digelar buka bersama.

BERITA TERKAIT

Muhammadiyah Tetapkan Lebaran 28 Juli

19 Juli 2014 | 06:08 WIB WIB

REKOMENDASI

TERKINI