Menguak Pahit Getirnya Kehidupan Waria di Indonesia

Ruben Setiawan Suara.Com
Rabu, 01 April 2015 | 07:03 WIB
Menguak Pahit Getirnya Kehidupan Waria di Indonesia
Ilustrasi transgender. (Shutterstock)

"Orang-orang mentertawai mereka namun juga mendukung mereka," sambung O'Shea.

Kaum waria juga sulit mendapat pekerjaan yang berhubungan dengan layanan publik, dan harus berpakaian seperti lelaki jika ingin mendapatkan pekerjaan.

Bahaya yang bisa dialami waria di jalan juga jadi sorotan, seperti kekerasan, juga pelecehan seksual. Yang menyakitkan, menurut O'Shea, dalam beberapa kasus, ada kesan bahwa aparat penegak hukum melakukan pembiaran.

Meski banyak keluhan yang dialami kaum transgender, O'Shea yakin bahwa suatu saat komunitas waria dapat diterima masyarakat luas.

"Indonesia punya banyak masalah dan transisi mereka menuju demokrasi masih dalam proses," kata O'Shea.

"Mayoritas warga (Indonesia) amatlah toleran dan ingin agar Indonesia menjadi tempat di mana semua orang punya peluang untuk berkembang," ujar O'Shea.

Bagi sebagian orang, menjadi waria adalah sebuah kutukan. Namun, bagi sebagian orang lainnya, menjadi waria adalah sebuah anugerah yang membuat mereka menjadi lebih dekat dengan Tuhan yang Maha Esa.

"Waria adalah sesuatu yang harus kami jalani dan kami terima, sesuatu yang membuat kami lebih dekat dengan Sang Pencipta," kata seorang waria seperti dikutip Dateline.

"Sang Pencipta yang membuat kami menjadi waria," sambungya.

Seorang waria lain bernama Mama Shinta, yang terbiasa mengenakan hijab, mengungkapkan kepada O'Shea bahwa ia meyakini, dirinya dilahirkan di tubuh yang salah. Kini, ia yakin menjalani hidup dengan dirinya yang saat ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI