Sekitar 2015, atraksi ini mulai terdengar luas dan sejak saat itu, wisatawan mulai berdatangan.
Oh iya, ada waktu-waktu terbaik buat menyaksikan atraksi ini, yaitu sekitar Mei hingga Juli. Ada 8 ekor hiu paus yang terlihat, dan di bulan-bulan tersebut, kerap terlihat aktivitas lumba-lumba sekitar hiu paus.
Bila ada waktu baik, ada juga waktu yang kurang bagus, yaitu sekitar September hingga awal tahun. Bahkan hiu paus bisa benar-benar menghilang.
“Ada beberapa penyebab hiu paus tidak terlihat. Pertama, karena itu adalah saatnya mereka migrasi, kedua, karena adanya orca (paus pembunuh),” jelas Tomi.
Asisten Deputi Pengembangan Pemasaran I Regional III Kementerian Pariwisata, Ricky Fauzi, menilai, hadirnya hiu paus di Desa Botu Barani lantaran warganya masih menjaga kelestarian alam.
“Pantai di Botu Barani ini sangat bersih, sangat jernih. Ini yang membuat ekosistemnya terjaga dengan baik. Warganya mampu menjaga kearifan lokal dan terbukti, mereka bisa hidup dari pariwisata dengan atraksi alamiah,” paparnya.
Ricky berharap, langkah yang diambil warga Botu Barani bisa ditiru daerah lain.
“Di Gorontalo, hampir seluruh pantainya bersih dan terjaga. Wisatawan pasti betah. Hal positif seperti inilah yang sebaiknya ditiru,” katanya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata, Arief Yahya, mengaku senang warga bisa menjaga dan memaksimalkan potensi alam untuk pariwisata.
“Warga mampu menjalankan hal paling mendasar dari pariwisata, yaitu menjaga kebersihan. Mereka tidak buang sampah sembarangan, sehingga ekosistem jadi sangat terjaga dan warga sendiri yang menikmati hasilnya. Hiu paus yang mereka jaga dengan baik, kini menjadi atraksi unggulan di Gorontalo,” tutur menpar.
Warga pun merasakan dampak dari pariwisata. Perekonomian jadi terbantu, dengan menyewakan perahu, peralatan snorkling, kantin, dan lainnya.
“Itulah kekuatan pariwisata untuk rakyat. Bisa langsung dinikmati,” ungkap menteri yang memimpin Kementerian Pariwisata Terbaik 2018 di Asia Pasifik itu.