Perumusan naskah proklamasi dilakukan di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori, yang kini dikenal sebagai Jalan Imam Bonjol.
Setelah konsep naskah proklamasi selesai ditulis oleh Soekarno, ia meminta bantuan Sayuti Melik untuk mengetiknya. Sayangnya, di rumah Laksamana Tadashi Maeda tidak memiliki mesin tik, dan disebut-sebut mesin tik hanya ada untuk huruf kanji Jepang.
Laksamana Tadashi Maeda akhirnya membantu mencarikan mesin tik, dan didapatlah mesin tik hasil dari pinjaman mayor Kandelar, perwira Angkatan Laut Jerman.
Ditemani BM Diah, Sayuti Melik mulai mengetik naskah proklamasi. Berhubung Sayuti Melik memiliki background seorang wartawan dan pernah mengenyam pendidikan sekolah guru, sehingga ia paham mana ejaan yang tepat digunakan dalam teks proklamasi.
Usul Sayuti Melik menambahkan “Soekarno-Hatta” dalam naskah tersebut disetujui oleh para perumus dan naskah yang akhirnya ditandatangani oleh bapak proklamator Bung Karno dan Bung Hatta.
Meski begitu, tercatat bahwa Sayuti Melik menentang usulan pengangkatan Soekarno menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS kala itu. Selain itu, ia juga memiliki pemikiran yang berseberangan dengan Soekarno.
Soekarno kala itu menggagas usulan tentang Nasakom yang terdiri dari nasionalisme, agama, dan komunisme. Sayuti Melik menentangnya dan mengusulkan mengganti Nasakom menjadi Nasasos atau sosialisme.
Hal ini lantaran, saat waktu itu, Sayuti Melik melihat PKI berusaha memanfaatkan kharisma Soekarno untuk masuk ke dalam pemerintahan.
Baca Juga: Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dari Penyusunan hingga Dibaca Bung Karno