“Gangguan kelainan perilaku seksual atau paraphilic disorder khususnya mengarah pada tipe pedophilic disorder dimana terdapat hasrat, dorongan, dan perilaku seksual pelaku terhadap anak-anak di bawah umur atau usia 13 tahun ke bawah dan belum pubertas,” jelas Veronica saat dihubungi Suara.com, Senin (6/1/2023)
Untuk kasus paraphilic disorder tipe pedhophilic ini, bisanya dilakukan pada sosok yang jauh lebih tua atau lima tahun di atas korban. Meski demikian, Veronica menegaskan, pelaku juga tetap harus melakukan pemeriksaan secara psikologis. Dengan begitu, apa yang dialami pelaku bisa didiagnosa secara langsung dan pasti.
Selain itu, dengan melakukan pemeriksaan psikologis, ini juga bisa membantu mengetahui faktor-faktor yang membuat pelaku melakukan hal tersebut kepada korbannya.
“Pemeriksaan psikologis menyeluruh perlu dilakukan untuk memperoleh diagnosa pasti dan mengetahui faktor-faktor terkait,” jelas Veronica.
Pengawasan Orang Tua Saat Anak Bermain Tak Boleh Kendor
Berkaca dari kasus ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengingatkan kepada para orang tua agar selalu lakukan pengawasan terhadap lingkungan bermain anak.
Tindakan itu perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan perilaku pelecehan seksual yang bisa terjadi pada anak.
"Orang tua perlu selalu melakukan pengawasan dan memperhatikan segala sikap dan perilaku anak juga lingkungan sekitar agar dapat dengan mudah mendeteksi adanya perubahan atau ketimpangan pada anak," pesan Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar dalam keterangannya.
Agar anak terhindar dari kejadian serupa, Nahar menyarankan agar orang tua menerapkan gaya komunikasi terbuka di rumah.
Baca Juga: Gadis di Sukabumi Jadi Korban Asusila oleh Pria yang Dikenal Lewat Facebook
"Pola pengasuhan postif dan komunikasi terbuka dengan anak pun menjadi kunci dalam pencegahan terpaparnya perilaku negatif pada anak," imbuhnya.