Kisah Orang Terkaya Palestina: Berjuang Lawan Israel, Dedikasikan Hidup Dan Kekayaan Di Gaza

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 10 Oktober 2023 | 07:01 WIB
Kisah Orang Terkaya Palestina: Berjuang Lawan Israel, Dedikasikan Hidup Dan Kekayaan Di Gaza
Munib Al Masri orang terkaya di Palestina. (via The Guardian)

Suara.com - Jalur Gaza kembali memanas, jadi ajang pertempuran antara kelompok militan Hamas di Palestina dengan Israel. Korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak, konflik berdarah kembali terjadi sejak 70 tahun lalu.

Menilik sejarah panjang konflik di Jalur Gaza, ada sosok bernama Munib Al Masri. Ia disebut-sebut sebagai orang terkaya di Palestina, sekaligus memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kebebasan rakyat Palestina.

Kini, usianya sudah menginjak 89 tahun. Kepada media ia mengaku sedang menunggu Palestina merdeka, meski harapan itu tak semudah dibayangkan.

Lantas siapakah sebenarnya Munib Al Masri?

Dinukil dari sejumlah sumber, kisah Munib Al Masri bisa menjadi inspirasi perjuangan rakyat Palestina. Ia dikenal juga sebagai Adipati Nablus, dan dia adalah salah satu orang kepercayaan mantan ketua organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat.

Ia memiliki rumah yang letaknya di antara Tepi Barat dan Jalur Gaza. Lokasinya yang strategis ia dedikasikan rumah itu untuk rakyat Palestina. Karena itu, tidak heran bendera Palestina tergantung di sepanjang sisi rumahnya dan empat ruang tamunya dinamai menurut kota-kota Palestina yang modern dan bersejarah.

Munib Al Masri Kecil

Munib Al Masri lahir di Nablus, Palestina pada tahun 1934 dari keluarga berada. Ayahnya meninggal saat ia baru berumur 1,5 tahun, adalah seorang pedagang emas yang banyak memiliki relasi dengan pedagang luar negeri.

Munib kemudian tumbuh dewasa bersama sang ibu dan hidup di Palestina hingga usia 18 tahun. Selama itulah dia menjadi saksi mata saat negara Israel diproklamasikan pada 14 Mei 1948.

Baca Juga: Tak Ada Listrik, Makanan Hingga Bahan Bakar: Israel Kepung Total Jalur Gaza, Korban Tewas Terus Bertambah

Di usia 14 tahun, Munib menjadi salah satu saksi kejamnya pertempuran pasca-proklamasi Israel. Saat itu ia menyaksikan bagaimana tempat kelahirannya, Nablus yang tadinya tenang dan damai berubah jadi ajang pertempuran.

Dalam sebuah wawancara di media, ia menyaksikan bagaimana pilot pesawat tempur Israel menjatuhkan bom di kawasan Nablus. Rumah-rumah hancur, korban jiwa berjatuhan. Atas peristiwa ini, bibit balas dendam dari dalam dirinya mulai muncul.

Singkat cerita, Munib memutuskan untuk angkat kaki dari tanah kelahirannya karena kondisi di Nablus makin berbahaya. Di tahun 1952 ia pergi ke Beirut, Lebanon untuk selanjutnya melakukan perjalanan panjang menggunakan kapal laut menuju New York, Amerika Serikat.

Pendidikan Di AS

Di Negeri Paman Sam, Munib mulai menata kembali kehidupannya. Setelah lulus SMA, Masri memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di AS di tahun 1950-an.

Masri menjadi aktif secara politik dan bergabung dengan kelompok pro-Palestina di kampus, yang sering bentrok dengan organisasi pro-Israel.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI