Kejadian itu malah mempertanyakan soal prosedur dan pembatalan pencabutan semacam ini dapat dipenarkan. Karena hal ini menciptkan keraguan soal integritas, konsistensi, dan transparasi hukum di MK.
Perbedaan Hasil Antar Anwar Usman dan Thanos
Meski Thanos adalah sosok yang keji dalam serial film, tapi ia sempat mendapatkan hasil yang sesuai keinginannya. Ia sempat berhasil memusnahkan separuh mahluk hidup di alam semesta dengan infinity stone-nya. Bahkan, ia sempat tinggal di planet impiannya itu.
Berbeda dengan Anwar Usman, meskipun ia berhasil membuat keponakannya melenggang di kompetisi Pilpres 2024. Anwar Usman malah harus dicopot jabatannya sebagai Ketua MK.
Anwar dijatuhi sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK. MKMK dalam putusannya memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru dalam waktu 2 X 24 jam.
"Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpin Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir," ujar Jimly.
Selain itu Anwar juga tidak boleh terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan atau sengketa pemilu dan pilpres.
Kendati demikian, putusan yang dibuat MK sudah final dan mengikat. Maka dari itu, banyak publik yang tidak puas dengan keputusan MKMK.
Ketua MKMK Tegaskan Aturan Main Pilpres Tidak Bisa Diubah
Baca Juga: Anwar Usman Lengser dari Kursi Ketua MK, Siapa Penggantinya?
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menegaskan aturan main Pilpres 2024 tidak bisa diubah lagi setelah Mahkamah Konstitusi memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dengan begitu, dia mengatakan MKMK tidak memiliki wewenang untuk mengubah atau menganulir putusan tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden tersebut.
"Diatur di konstitusi demikian dan juga di undang undang sebagaimana sudah dipraktikkan, bahkan sudah beberapa kali ada putusan MK soal mengikatnya, itu sudah menjadi doktrin. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Menurut dia, pengambilan keputusan MK yang melanggar aturan merupakan persoalan lain tetapi putusan MK tetap bersifat final dan mengikat.
Mengenai gugatan yang dilayangkan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama terhadap pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang pemilu, Jimly menilai jika dikabulkan, aturannya akan berlaku pada Pemilu 2029.
"Putusan aturan main itu, kalau prosesnya sudah dimulai, ya dijalankan. Jadi, kalau nanti ada perubahan lagi UU sebagaimana diajukan oleh mahasiswa itu, berlakunya nanti di 2029," tegas Jimly.