Pekerjaan Gus Miftah sebelum Jadi Pendakwah, Kini Tarif Ceramahnya Disebut Rp75 Juta

Husna Rahmayunita Suara.Com
Kamis, 12 Desember 2024 | 13:32 WIB
Pekerjaan Gus Miftah sebelum Jadi Pendakwah, Kini Tarif Ceramahnya Disebut Rp75 Juta
Gus Miftah (Instagram/gusmiftah)

Suara.com - Setelah mengolok-olok penjual es teh di pengajian akbarnya, Gus Miftah terus menjadi bulan-bulanan warganet di media sosial.

Terkini, kehidupan pribadi sosok bernama asli Miftah Maulana Habiburrahman kembali dikulik, termasuk pekerjaannya sebelum menjadi pendakwah dengan bayaran fantastis seperti saat ini.

Baru-baru ini, beredar informasi yang menyebut jika tarif ceramah Gus Miftah mencapai Rp75 juta untuk durasi 1,5 jam.

Dari nominal tersebut, Gus Miftah memiliki kekayaan yang cukup menggiurkan, bisa terlihat dari rumahnya yang mewah dan bernuansa modern.

Bahkan, warganet membanding-bandingkannya dengan pendakwah lain, seperti Gus Baha yang dianggap lebih sederhana dan luas ilmunya.

Dari situ pula, warganet mencari tahu, apa pekerjaan Gus Miftah sebelum jadi pendakwah seperti saat ini?

Dalam acara 'Kick Andy' yang dipandu host Andy F Noya, Gus Miftah pernah menceritakan masa lalunya. Ia mengaku menjalani kehidupan cukup berat sebelum menjadi pendakwah yang dikenal luas seperti saat ini.

Potret Gus Miftah (Instagram)
Potret Gus Miftah (Instagram)

Ternyata, Gus Miftah pernah mengais rezeki sebagai tukang kebun, marbot, pedagang asongan hingga tukang becak demi memenuhi kebutuhan hidup.

Tak hanya itu, ia juga pernah menjajal bisnis untuk memperbaiki ekonomi walau namun akhirnya bangkrut.

Baca Juga: Biayai Umrah Sunhaji dan Keluarga, Segini Perkiraan Kocek yang Dikeluarkan Miftah Maulana

Ia bercerita bagaimana pertama kali perjalannya hijrah ke Jogjakarta tanpa ada bekal ataupun bantuan dari orang tua.

“Jadi saya dulu berangkat ke Jogja, tidak mendapatkan transferan dan wesel dari Bapak Ibu saya. Saya cuma bilang, Pak Bu saya berangkat ke Jogja untuk kuliah, ” paparnya.

Sesampainya di Jogjakarta, Gus Miftah tidak memiliki uang maupun kenalan sehingga ia memilih untuk menjadi marbot sebuah masjid selama 4,5 tahun lamanya.

“Karena di Jogja saya tidak punya tempat tinggal, saya di masjid. Di sinilah saya belajar memahami kebhinnekaan, kemajemukan, dan pluralisme. Saya orang NU, tinggal di masjidnya orang Muhammadiyah sebagai James Bond (jaga masjid dan kebon),” terangnya.

Demi memenuhi kebutuhan hidup, ia kemudian berdagang sebagai penjual asongan aksesori seperti gantungan kunci di Alun-Alun utara Malioboro.

Namun, proses berdagangnya tidak berlangsung lama sehingga ia beralih profesi sebagai tukang becak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI