Suara.com - Menteri Agama (Menag) KH Prof Nasaruddin Umar mendapat serangan di media sosial setelah videonya bersama artis Celine Evangelista viral.
Dalam video yang diunggah di akun Instagram @celine_evangelista, terlihat Imam Besar Masjid Istiqlal itu mendoakan Celine sambil memegang tangannya.
Video ini sontak jadi gunjingan para netter yang menganggap Celine bukanlah muhrim sehingga tak boleh dipegang oleh Nasaruddin.
Dalam Islam hukum seorang pria memegang wanita bukan muhrimnya adalah tak boleh alias dilarang. Walau ada juga ulama yang membolehkan selama tidak disertai birahi.
"Naudzubillah... Imam besar moso tdk paham konsep mahrom dalam islam... sy aja gak berani pak salaman sm sepupu lelaki yg notabene saudara dekat," ucap netizen.
"Menteri agama tapi ga ngerti hukum bersentuhan sama yg bukan mahrom," kata netizen lain.
Silsilah Keluarga Nasaruddin Umar
Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA lahir di Ujung, Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1959. Dia adalah anak sulung dari lima bersaudara.
Dilihat dari silsilah keluarga, Nasaruddin Umar merupakan keturunan pemuka agama dan tokoh terpandang di daerah Bone, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Diduga Mualaf, Celine Evangelista Dapat Gelar Spesial dari Keraton dan Dianggap Kerabat Bangsawan
Kakeknya, Haji Muhammad Ali Umar, adalah salah satu pendiri Muhammadiyah di Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Andi Muhammad Umar, seorang pendiri Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Sulawesi Selatan.
“Saya besar dari keluarga Muhammadiyah. Tapi bapak saya adalah pendiri Ansor Sulsel,” katanya saat di arena Tanwir I Muhammadiyah periode Muktamar ke-48 pada (5/12/2024) yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Kupang.
Menurut Nasaruddin Umar, ayahnya berprofesi sebagai guru. Ayah Nasaruddin pernah menjadi kepala sekolah di kampungnya di Ujung, Bone.
Saat pemberontakan DI/TII pecah, banyak para guru yang berhenti mengajar karena tidak digaji. Andi Muhmmad Umar, tidak seperti itu.
Ia tetap bertahan mengajar di sekolah walau tak mendapat gaji karena sangat peduli terhadap pendidikan anak-anak. Ia juga harus menjalankan peran lain yang ditinggalkan para guru.
Selain menjadi kepala sekolah, ayah Menteri Agama itu juga menjadi guru sekaligus staf. “Ayahanda mengajar enam kelas dalam sehari,” kenang Prof Nasar.