Sederet Risiko Buruk Nikah Siri yang Marak di Indonesia, Status Hukum Anak hingga Waris Terancam!

Riki Chandra Suara.Com
Senin, 07 April 2025 | 18:28 WIB
Sederet Risiko Buruk Nikah Siri yang Marak di Indonesia, Status Hukum Anak hingga Waris Terancam!
Dampak buruk nikah siri. [Dok. Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dalam pandangan fiqh, perubahan zaman menuntut penyesuaian hukum demi kemaslahatan. Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa fatwa bisa berubah sesuai kondisi zaman, tempat, dan keadaan. Oleh karena itu, pencatatan nikah bisa dianggap sebagai bentuk ijtihad untuk melindungi umat dari kerugian dan penyalahgunaan.

Selain itu, pencatatan juga bersifat preventif. Pasal 6 PP Nomor 9 Tahun 1975 mengharuskan Pegawai Pencatat Nikah memverifikasi syarat-syarat pernikahan. Hal ini mencegah terjadinya penipuan, pemalsuan identitas, atau pernikahan ganda tanpa sepengetahuan pihak lain.

Pencatatan pernikahan juga sejalan dengan perintah Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 282 mengenai pentingnya mencatat transaksi utang piutang. Maka, akad nikah yang disebut sebagai "mitsaqan ghalizha" atau perjanjian yang kuat dalam surat An-Nisa ayat 21, tentu lebih layak untuk dicatat dan dilindungi.

Nikah siri yang tidak tercatat bukan hanya berisiko hukum, tetapi juga berpotensi menciderai prinsip keadilan dan kemaslahatan umat.

Warga Muhammadiyah, misalnya, diwajibkan untuk menghindari praktik ini demi taat pada hukum negara dan menjaga nilai-nilai keislaman.

Pernikahan yang sah menurut Islam hendaknya juga sah menurut hukum negara, agar pernikahan tersebut tidak hanya halal di mata agama, tetapi juga kuat secara hukum. Karena itulah, nikah siri bukanlah solusi aman, melainkan pintu menuju persoalan hukum yang kompleks.

Pencatatan di KUA Demi Perlindungan Hukum

Memasuki bulan Syawal, musim pernikahan mulai ramai di berbagai daerah. Undangan pernikahan tersebar luas, menjadi simbol kebahagiaan atas bersatunya dua insan. Namun di balik suka cita ini, satu hal penting yang tak boleh diabaikan adalah pencatatan pernikahan di KUA.

Dalam ajaran Islam, pernikahan merupakan ibadah sakral yang membutuhkan ketertiban. Karena itu, pencatatan pernikahan di KUA menjadi langkah penting untuk memastikan keabsahan ikatan secara hukum dan perlindungan bagi semua pihak yang terlibat.

Di masa Rasulullah SAW, meski belum dikenal sistem pencatatan formal seperti sekarang, prinsip pengumuman tetap ditegakkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI