Pernikahan yang sah menurut Islam hendaknya juga sah menurut hukum negara, agar pernikahan tersebut tidak hanya halal di mata agama, tetapi juga kuat secara hukum. Karena itulah, nikah siri bukanlah solusi aman, melainkan pintu menuju persoalan hukum yang kompleks.
Pencatatan di KUA Demi Perlindungan Hukum
Memasuki bulan Syawal, musim pernikahan mulai ramai di berbagai daerah. Undangan pernikahan tersebar luas, menjadi simbol kebahagiaan atas bersatunya dua insan. Namun di balik suka cita ini, satu hal penting yang tak boleh diabaikan adalah pencatatan pernikahan di KUA.
Dalam ajaran Islam, pernikahan merupakan ibadah sakral yang membutuhkan ketertiban. Karena itu, pencatatan pernikahan di KUA menjadi langkah penting untuk memastikan keabsahan ikatan secara hukum dan perlindungan bagi semua pihak yang terlibat.
Di masa Rasulullah SAW, meski belum dikenal sistem pencatatan formal seperti sekarang, prinsip pengumuman tetap ditegakkan.
Melalui walimatul ‘ursy, Rasulullah menganjurkan agar pernikahan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Ini bertujuan untuk menjaga transparansi serta mencegah keraguan publik terkait keabsahan pernikahan.
Kini, seiring perkembangan zaman dan meningkatnya kompleksitas kehidupan sosial, pencatatan pernikahan secara resmi menjadi kebutuhan mendesak.
Di Indonesia, pemerintah mewajibkan pencatatan pernikahan sebagai bentuk perlindungan hukum dan sosial, sebagaimana diatur dalam regulasi terkait.
Dengan adanya akta nikah, pasangan suami istri memiliki bukti otentik atas hubungan mereka. Dokumen ini juga penting untuk mengatur hak dan kewajiban antara suami, istri, dan anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut.
Dalam kasus sengketa seperti hak waris, nafkah, maupun status anak, akta ini menjadi alat hukum yang sah untuk menegakkan keadilan.
Perubahan ini tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam. Dalam kaidah fiqhiyah, perubahan hukum karena perkembangan zaman merupakan hal yang diakui.
Bahkan para ulama seperti Ibnu Qayyim menyebut bahwa fatwa dapat berbeda sesuai konteks waktu, tempat, dan kondisi masyarakat.
Selain itu, pencatatan pernikahan juga berfungsi sebagai bentuk pencegahan terhadap potensi pelanggaran. Pegawai Pencatat Nikah memiliki kewenangan untuk melakukan verifikasi terhadap data calon mempelai.
Misalnya, seorang pria yang menyembunyikan status perkawinan sebelumnya dapat terungkap sebelum akad nikah berlangsung.
Dalam konteks Islam, pentingnya pencatatan ini sejalan dengan anjuran mencatat transaksi keuangan dalam surat Al-Baqarah ayat 282.