Suara.com - Dalam dunia yang terus berubah dan diwarnai berbagai tantangan global, peran kepemimpinan yang berintegritas dan berorientasi pada perdamaian menjadi semakin penting. Untuk mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan, dibutuhkan pemimpin yang mampu berpikir visioner, bertindak inklusif, serta mampu menjembatani perbedaan. Inilah mengapa pendidikan kepemimpinan menjadi kunci penting dalam membangun masyarakat yang adil dan damai.
Salah satu pendekatan yang mulai banyak diadopsi adalah kuliah kepemimpinan yang secara khusus mengangkat tema perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.
Kuliah ini bukan hanya tentang teori kepemimpinan, tetapi juga pembelajaran nilai, keterampilan komunikasi, resolusi konflik, serta empati lintas budaya—semuanya dirancang untuk membentuk pemimpin masa depan yang tangguh dan humanis.
Salah satu contoh nyata dapat dilihat dari inisiatif Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), yang baru-baru ini menyoroti pentingnya peran kepemimpinan dalam membangun perdamaian berkelanjutan melalui Kuliah Kepemimpinan ERIA School of Government edisi kedua.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Senat Kamboja, Samdech Techo Hun Sen, hadir sebagai pembicara utama dan membagikan kisah perjalanan negaranya dalam mencapai rekonsiliasi nasional.
Ia menekankan bahwa pendekatan berbasis dialog dan penyelesaian politik memainkan peran krusial dalam menciptakan stabilitas dan pembangunan jangka panjang di Kamboja.
Menanggapi hal ini, Prof. Nobuhiro Aizawa, Dean and Managing Director ERIA School of Government, menyatakan bahwa pengalaman Kamboja dalam membangun perdamaian memberikan kontribusi penting terhadap kestabilan kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan.
“Sebagai pengkaji Asia Tenggara, saya percaya bahwa salah satu alasan kita bisa merasakan manfaat dari situasi damai saat ini adalah karena keberhasilan proses rekonsiliasi di Kamboja. Tanpa kepemimpinan Samdech Techo dan ketangguhan rakyat Kamboja melewati masa kelam 1970-an, kawasan ini mungkin tidak akan seaman sekarang,” ujarnya dalam sambutannya di kantor ERIA, Jakarta, Selasa (6/5/25).
Prof. Aizawa juga menekankan pentingnya mendokumentasikan dan membagikan pengalaman kepemimpinan kepada generasi berikutnya.
Baca Juga: Ingin Studi ke Luar Negeri? Ini 4 Buku Inspiratif yang Wajib Kamu Baca
“Di ERIA School of Government, kami percaya bahwa pengalaman seperti ini sangat berharga untuk membentuk pemimpin masa depan yang punya komitmen terhadap perdamaian, kemakmuran, dan kerja sama kawasan. Perjalanan Samdech Techo menjadi sumber inspirasi yang penting bagi para pembuat kebijakan dan pelajar bidang pemerintahan,” tambahnya.
Sementara itu, Presiden ERIA, Tetsuya Watanabe mengapresiasi peran besar Samdech Techo Hun Sen dalam membawa Kamboja keluar dari konflik menuju era perdamaian dan pembangunan.
“Kuliah ini mengajak kita melihat kembali bagaimana Kamboja bisa berubah secara luar biasa, dan siapa sosok yang ada di baliknya. Nama Samdech Techo tak bisa dipisahkan dari proses perdamaian Kamboja. Lewat dedikasi, tekad, dan diplomasi selama puluhan tahun, beliau membantu mengubah negara yang dulu dilanda perang menjadi negara yang damai dan terus bertumbuh,” ujar Watanabe.
Dalam pidatonya yang berjudul “Perdamaian dan Rekonsiliasi Nasional di Kamboja: Pelajaran bagi Asia Tenggara”, Samdech Techo Hun Sen menegaskan bahwa Kebijakan Win-Win yang diusung Kamboja merupakan contoh nyata bagaimana perdamaian yang inklusif dan berkelanjutan bisa diwujudkan.
“Kebijakan Win-Win berhasil mewujudkan perdamaian penuh dan menyatukan kembali wilayah Kamboja pada tahun 1998 – semuanya tanpa pertumpahan darah,” jelasnya.
Ia juga mengenang masa-masa sulit, termasuk keputusannya pada tahun 1977 untuk menyeberang ke Viet Nam. Alih-alih mencari suaka, ia memilih meminta bantuan Viet Nam untuk membebaskan rakyat Kamboja dari kekejaman rezim Pol Pot.