suara hijau

Krisis Mangrove Indonesia: Hutan Bakau Terluas Dunia Dalam Ancaman?

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 19 Juni 2025 | 17:53 WIB
Krisis Mangrove Indonesia: Hutan Bakau Terluas Dunia Dalam Ancaman?
Kawasan hutang mangrove Pandang Tak Jemu, Desa Wisata Kampung Tua Bakau Serip [suara.com/eliza gusmeri]

Suara.com - Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di dunia. Dengan luas mencapai 3,36 juta hektare, hutan mangrove Indonesia menyumbang sekitar 20 hingga 25 persen dari total mangrove dunia.

Namun, di balik angka tersebut, kondisi ekosistem pesisir ini justru menunjukkan tanda-tanda krisis. Ribuan hektare mangrove kini berada dalam kondisi kritis, mengancam ketahanan ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat pesisir.

Hutan mangrove atau hutan bakau tumbuh di wilayah pasang surut air laut dan menjadi salah satu ekosistem yang paling unik. Akar-akar kokohnya tidak hanya mampu bertahan dalam lingkungan salin, tetapi juga memegang fungsi ekologis penting, seperti:

  1. Menahan abrasi pantai: Sistem perakaran mangrove melindungi garis pantai dari hempasan gelombang laut dan mencegah pengikisan daratan.
  2. Menyerap karbon: Mangrove termasuk salah satu penyerap karbon terbaik di dunia. Menurut data Blue Carbon Initiative, hutan mangrove mampu menyerap hingga 1.000 ton karbon per hektare—lima kali lipat dibandingkan hutan tropis daratan.
  3. Menjadi habitat keanekaragaman hayati: Mangrove menyediakan tempat berlindung, bertelur, dan mencari makan bagi berbagai spesies laut seperti ikan, udang, dan kepiting, serta hewan darat seperti burung dan primata.
  4. Menghasilkan oksigen: Seperti tanaman lainnya, mangrove menghasilkan oksigen melalui fotosintesis dan berkontribusi langsung pada kualitas udara.

Namun ketika hutan ini rusak, semua fungsi vital tersebut ikut hilang.

Kondisi Mangrove Indonesia: Luas vs. Krisis

Berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2021 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total luas hutan mangrove Indonesia mencapai 3.364.076 hektare. Dari jumlah tersebut:

  • Mangrove lebat: 3.121.239 Ha (92,78%)
  • Mangrove sedang: 188.363 Ha (5,60%)
  • Mangrove jarang: 54.474 Ha (1,62%)

Namun, angka tutupan yang tampak impresif ini tidak serta-merta mencerminkan kondisi ekosistem yang sehat. Sekitar 19,26 persen atau 637.624 Ha mangrove telah dinyatakan dalam kondisi kritis.

Kerusakan ini paling banyak ditemukan di kawasan padat penduduk dan area yang telah mengalami alih fungsi lahan, seperti di Jawa, Sumatra bagian timur, dan pesisir Kalimantan. Laju degradasi mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 52.000 hektare per tahun, menurut data dari Center for International Forestry Research (CIFOR).

Kerusakan mangrove di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh:

Baca Juga: Bersama Pulihkan Pesisir: Marriott Luncurkan Inisiatif 10.000 Mangrove Untuk Indonesia

  1. Alih fungsi lahan menjadi tambak udang, permukiman, dan kawasan industri.
  2. Penebangan liar untuk kebutuhan kayu bakar dan konstruksi.
  3. Pencemaran limbah industri dan rumah tangga.
  4. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap fungsi dan pentingnya mangrove.

Dampaknya sangat kompleks: dari perubahan suhu mikroklimat, erosi pantai, hingga hilangnya mata pencaharian nelayan yang menggantungkan hidup pada ekosistem mangrove.

Lebih jauh lagi, kerusakan ini juga memperparah emisi karbon, mengingat kemampuan mangrove menyimpan karbon yang besar di bawah tanah.

Solusi Pelestarian Mangrove

Untuk menjaga kelestarian mangrove, berbagai upaya perlu dilakukan secara terintegrasi dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Beberapa solusi yang disarankan antara lain:

  1. Konservasi dan perlindungan kawasan: Menetapkan kawasan mangrove sebagai zona konservasi dengan perlindungan hukum yang jelas.
  2. Reboisasi dan rehabilitasi ekosistem: Penanaman kembali mangrove pada area rusak harus dilakukan secara terencana, dengan pendekatan berbasis ekosistem dan partisipatif.
  3. Manajemen tata ruang pesisir: Perlu ada perencanaan ruang yang berpihak pada ekosistem pesisir dan mengintegrasikan mangrove dalam strategi pembangunan daerah.
  4. Pengembangan ekowisata: Mangrove dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata berbasis alam, yang sekaligus menjadi sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat.
  5. Edukasi dan penegakan hukum: Penyuluhan berkelanjutan tentang pentingnya mangrove serta sanksi tegas bagi perusak lingkungan adalah kunci keberhasilan jangka panjang.

Mangrove bukan sekadar deretan pohon di pinggir pantai. Ia adalah benteng alami dari perubahan iklim, penjaga biodiversitas, dan sumber kehidupan bagi jutaan masyarakat pesisir. Melestarikan hutan mangrove bukan sekadar kewajiban ekologis, tapi juga investasi untuk masa depan.

Dengan komitmen nyata dan langkah kolaboratif, Indonesia tidak hanya dapat mempertahankan gelarnya sebagai pemilik mangrove terluas di dunia, tetapi juga menjadi pelopor dalam pelestarian ekosistem pesisir global.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI