Dorong Keberlanjutan Pariwisata Digital: Kebijakan Baru Pemerintah untuk OTA Asing

Vania Rossa Suara.Com
Senin, 23 Juni 2025 | 21:05 WIB
Dorong Keberlanjutan Pariwisata Digital: Kebijakan Baru Pemerintah untuk OTA Asing
Ilustrasi platform pemesanan online atau OTA. [shutterstock]

Tujuannya agar entitas usaha asing ini bisa tunduk pada sistem hukum dan perpajakan Indonesia serta lebih bertanggung jawab terhadap aktivitas bisnisnya di Tanah Air. “Ya akan ada dorongan kepada OTA asing agar memiliki badan usaha tetap (BUT) demi mewujudkan pariwisata yang adil dan berkelanjutan dan patuh terhadap regulasi,” ujarnya.

Selain BUT, OTA asing juga diwajibkan mengantongi izin sebagai biro perjalanan wisata, sebagaimana diatur dalam Permenparekraf No. 4 Tahun 2021 dengan kode KBLI 79121. "Ini penting untuk memastikan perlindungan konsumen, pembinaan usaha lokal, dan penyelesaian sengketa,” jelas Puspa.

Langkah-langkah pengetatan ini sekaligus menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menekan keberadaan villa dan akomodasi ilegal yang menjamur di Bali dan wilayah lain. Saat ini Kemenpar tengah aktif bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Satgas Tata Kelola Percepatan Pariwisata Bali guna mempercepat proses pemetaan dan verifikasi usaha akomodasi.

Langkah ini dinilai krusial untuk mengembalikan keadilan bagi pelaku usaha legal di sektor pariwisata serta menjaga kualitas layanan wisata nasional. 

Pemerintah juga secara aktif membuka ruang diskusi bersama pelaku industri dan asosiasi agar kebijakan yang diambil tetap inklusif dan menjawab kebutuhan di lapangan.

"Kami ingin memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi digital di sektor pariwisata tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan keberlanjutan industri,” jelasnya.

Lebih lanjut, Kemenpar bersama Komdigi menyatakan siap membuka forum dialog lanjutan dengan seluruh platform asing yang beroperasi di Indonesia untuk menampung keluhan dan aspirasi pelaku usaha dalam negeri, sekaligus menegakkan prinsip persaingan usaha yang adil dan sehat.

“Kemenpar bersama Kemkomdigi siap membuka forum dialog dengan platform asing untuk mencarikan solusi terhadap keluhan pelaku usaha pariwisata di Indonesia dengan menegakkan aturan persaingan yang adil,” pungkas Wamenpar.

Sebelumnya Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mendesak pemerintah untuk memblokir OTA asing. 

Baca Juga: Bandara Husein Sastranegara Ditutup, Wisata Bandung seperti Dibunuh Pelan-Pelan

Pasalnya, tindakan OTA asing menggunakan platform digital untuk menjual jasa tanpa memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE) merugikan industri pariwisata dalam negeri.

"Sudah waktunya negara bertindak tegas, termasuk memblokir OTA asing ilegal jika mereka tetap mengabaikan regulasi," terangnya.

Suara lain juga datang dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Nunung Rusmiati. 

Ia menyampaikan akomodasi ilegal kerap mengabaikan standar layanan dan keamanan, yang pada akhirnya dapat mencoreng citra pariwisata Indonesia di mata dunia.

"Saat turis asing memilih menginap di vila pribadi atau akomodasi ilegal, mereka sering kali tidak terdaftar dan tidak membayar pajak. Ini merugikan pelaku usaha resmi yang patuh aturan, serta negara yang kehilangan potensi pemasukan dari pajak dan retribusi," ujar Nunung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI