Suara.com - Perceraian kerap dianggap sebagai akhir dari segalanya, terutama bagi pasangan yang sudah memiliki anak.
Namun, kenyataannya, perceraian bukanlah akhir dari tanggung jawab sebagai orang tua. Justru di sinilah peran co-parenting menjadi sangat penting.
Co-parenting adalah bentuk kerja sama antara dua orang tua yang sudah berpisah untuk tetap menjalankan peran mereka demi kebaikan anak.
Menariknya, beberapa pasangan publik figur berhasil menunjukkan bahwa co-parenting yang sehat dan harmonis itu mungkin dilakukan, salah satunya adalah Acha Septriasa dan Vicky Kharisma.
Meski rumah tangga mereka telah berakhir, Acha dan Vicky tetap kompak dalam membesarkan buah hati mereka. Hal ini menjadi contoh nyata bahwa perceraian tidak selalu berujung pada drama atau konflik berkepanjangan, terutama jika kedua belah pihak fokus pada kepentingan anak.
Co-parenting bukan hanya soal membagi jadwal atau mengurus finansial bersama, melainkan juga soal membangun komunikasi, saling menghargai, dan menciptakan lingkungan yang stabil bagi anak.
Tips Sukses Co-Parenting Setelah Bercerai

Artikel ini membahas 7 tips sukses co-parenting setelah bercerai yang bisa Anda terapkan, baik sebagai refleksi, inspirasi, maupun panduan nyata, mengutip dari Verrywell Mind serta studi kasus nyata seperti Acha Septriasa dan Vicky Kharisma.
1. Fokus pada Kepentingan Anak
Langkah pertama dan paling penting dalam co-parenting adalah mengutamakan kebutuhan dan kebahagiaan anak di atas segalanya.
Baca Juga: Kasus Acha Septriasa Cerai, Ini Hukum Talak 5 Kali Menurut Islam dan Undang-Undang
Meski Anda dan mantan pasangan mungkin memiliki perbedaan pandangan, anak tetap membutuhkan stabilitas, cinta, dan dukungan dari kedua orang tua.
Acha Septriasa dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa ia dan Vicky tetap menjaga komunikasi demi tumbuh kembang anak mereka.
Dengan memusatkan perhatian pada anak, Anda bisa menurunkan ketegangan emosional dan mencegah konflik yang tidak perlu.
2. Bangun Komunikasi yang Sehat dan Terbuka
Komunikasi adalah kunci dari hubungan co-parenting yang sukses. Hal ini tidak berarti Anda harus berbicara setiap hari, tapi penting untuk menjaga komunikasi yang jujur, sopan, dan fokus pada anak.
Gunakan aplikasi parenting atau kalender digital bersama untuk mengatur jadwal sekolah, kegiatan, dan waktu bersama. Komunikasi yang efektif juga mencegah terjadinya miskomunikasi yang bisa merugikan anak.
3. Tentukan Aturan dan Nilai yang Konsisten
Anak membutuhkan konsistensi dalam pengasuhan, meskipun tinggal di dua rumah berbeda. Maka dari itu, penting bagi Anda dan mantan pasangan untuk menyepakati aturan dasar bersama misalnya soal jam tidur, penggunaan gadget, dan kebiasaan belajar.
Hal ini bukan berarti setiap rumah harus identik, tetapi nilai dasar yang sama akan membantu anak merasa lebih aman dan tidak bingung.
Konsistensi juga memperkuat pesan-pesan positif yang Anda ingin tanamkan dalam diri anak.
4. Hindari Konflik di Depan Anak
Salah satu kesalahan yang sering terjadi dalam co-parenting adalah bertengkar di depan anak. Ini dapat meninggalkan luka psikologis yang mendalam dan membuat anak merasa terjebak di antara kedua orang tuanya.
Jika emosi sedang tinggi, lebih baik tunda pembicaraan dan cari waktu yang lebih kondusif untuk berdialog.
Acha dan Vicky dikenal menjaga privasi serta tidak menjadikan anak sebagai pelampiasan emosi. Mereka memilih berdiskusi secara dewasa di luar jangkauan anak, sebuah sikap bijak yang patut ditiru.
5. Hormati Batasan dan Peran Masing-Masing
Setelah bercerai, penting untuk memahami bahwa mantan pasangan bukan lagi bagian dari kehidupan pribadi Anda, tapi tetap merupakan orang tua dari anak Anda.
Hormati batasan tersebut dan hindari mengatur-atur kehidupan pribadi mereka, selama tidak membahayakan anak.
Sebaliknya, Anda juga berhak memiliki ruang dan keputusan sendiri dalam rumah tangga Anda. Dengan saling menghormati, co-parenting bisa berjalan lebih damai dan produktif.
6. Libatkan Anak dalam Keputusan yang Relevan
Terkadang, co-parenting mengharuskan kita membuat keputusan penting, seperti pindah sekolah atau liburan keluarga.
Dalam situasi ini, ajak anak berdiskusi sesuai dengan usianya. Libatkan mereka agar merasa dihargai dan tidak terasing dari keputusan orang tuanya.
Tentu saja, keputusan akhir tetap ada pada orang tua, tetapi dengan mendengarkan suara anak, Anda turut membantu membangun kepercayaan dan rasa aman dalam dirinya.
7. Jaga Kesehatan Mental dan Dukung Satu Sama Lain
Co-parenting bisa jadi melelahkan secara emosional. Maka dari itu, penting bagi kedua pihak untuk menjaga kesehatan mental masing-masing.
Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog atau konselor keluarga jika diperlukan.
Memberi dukungan satu sama lain juga bisa memperkuat kerja sama dalam pengasuhan. Tidak ada salahnya sesekali mengucapkan terima kasih atau menghargai kontribusi mantan pasangan dalam merawat anak.
Menariknya, Acha Septriasa juga pernah membagikan pentingnya healing journey setelah bercerai.
Ia menyebut bahwa menerima, memaafkan, dan move on adalah bagian penting dari membangun masa depan yang sehat, baik untuk dirinya maupun anaknya.
Co-parenting bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukan hal yang mustahil. Dengan komunikasi yang baik, saling menghargai, serta menempatkan kebutuhan anak sebagai prioritas utama, Anda dan mantan pasangan tetap bisa menjadi tim yang solid untuk anak.
Seperti yang diperlihatkan oleh Acha Septriasa dan Vicky Kharisma, keberhasilan co-parenting terletak pada kesadaran untuk tetap hadir sebagai orang tua, meski tidak lagi sebagai pasangan.
Mereka adalah contoh nyata bahwa cinta orang tua tidak berkurang karena perceraian, melainkan hanya berubah bentuk.
Jika Anda sedang menjalani fase ini, semoga 7 tips sukses co-parenting setelah bercerai di atas dapat membantu menciptakan hubungan yang sehat, harmonis, dan penuh cinta untuk anak tercinta.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama