Saat Alumni Oxfor Pulang Kampung, Apa yang Dibawa untuk Indonesia?

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 14 Agustus 2025 | 21:46 WIB
Saat Alumni Oxfor Pulang Kampung, Apa yang Dibawa untuk Indonesia?
Oxford University (Pixabay/alfcermed)

Suara.com - Selama ini, pendidikan luar negeri kerap dianggap sebagai jalur menuju karier global atau sekadar simbol prestise. Namun, bagi sebagian alumni Indonesia, pengalaman internasional justru menjadi modal untuk kembali dan berkontribusi di tanah air.

Fenomena inilah yang dikenal sebagai diaspora power: saat ilmu, jejaring, dan perspektif global dibawa pulang untuk menjawab tantangan lokal.

Dalam forum yang digelar Oxford Society Indonesia (OXSI) bersama Pijar Foundation, para alumni Oxford berbagi kisah bagaimana mereka memaknai perjalanan akademik di Inggris sebagai titik awal untuk membangun Indonesia. Di tengah kekhawatiran soal brain drain, mereka menunjukkan bahwa brain gain adalah hal yang mungkin jika ada komitmen dan wadah yang tepat.

Tiga Faktor yang Membuat Kontribusi Diaspora Efektif:

1. Perspektif global yang kontekstual

Alumni dengan pengalaman internasional mampu membaca tantangan lokal melalui lensa yang lebih luas, sehingga solusi yang ditawarkan tidak terjebak pada cara pandang sempit.

2. Jaringan internasional yang produktif

Networking yang dibangun selama studi menjadi jembatan untuk kolaborasi lintas negara, sektor, dan generasi.

3. Komitmen untuk transfer pengetahuan

Baca Juga: Samsung Tech Institute: Sudah Latih 18 Ribu Murid dan Ratusan Guru sejak 12 Tahun Berdiri

Kontribusi tidak berhenti pada inspirasi, tetapi diimplementasikan melalui proyek, kebijakan, dan kegiatan yang berdampak langsung.

Dr. Vishnu Juwono, Ketua UI Greenmetric dan Associate Professor di Universitas Indonesia, adalah contoh nyata. Pengalamannya di Oxford memperkaya kemampuannya dalam menganalisis kebijakan publik, terutama terkait tata kelola pemerintahan yang berkelanjutan.

Abid Abdurrahman Adonis, Peneliti di Oxford Internet Institute dan mantan Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia di Oxford (2022–2023), menegaskan pentingnya memahami kondisi dalam negeri sebelum menyusun strategi luar negeri.

"Ketika kita berbicara tentang kebijakan luar negeri, prinsip pertama adalah memahami apa yang terjadi di dalam negeri suatu negara," ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Suara.com.

Peran OXSI sendiri dijelaskan oleh presidennya, Alfi Naufida, sebagai wadah berbagi pengetahuan baik di antara anggota maupun kepada publik. Networking yang mereka bangun bukan hanya ajang reuni, tetapi menjadi sarana mentransfer wawasan dan menghubungkan Indonesia dengan dunia.

Kolaborasi lintas sektor juga menjadi kekuatan tersendiri. Cazadira Fediva Tamzil, Direktur Eksekutif Pijar Foundation, menjelaskan bagaimana mereka bekerja sama dengan pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat untuk mendorong inovasi.

"Di Pijar Foundation, kami berkolaborasi lintas sektor untuk mendorong inovasi dan menjawab tantangan yang mendesak," katanya.

Diskusi yang diadakan tidak berhenti pada teori. Topik seperti kebijakan America First, ketegangan AS–Tiongkok, hingga peluang Indonesia sebagai middle power dibedah dengan sudut pandang yang matang dan aplikatif.

Bagi generasi muda, kisah para alumni Oxford ini menjadi pengingat bahwa pendidikan internasional bukan sekadar jalan menuju status sosial, melainkan investasi yang harus kembali dalam bentuk kontribusi. Kolaborasi OXSI dan Pijar Foundation, termasuk pada kegiatan sebelumnya seperti Kartini Day Talk 2025, menunjukkan konsistensi mereka dalam membangun dampak positif jangka panjang.

Di tengah skeptisisme terhadap elite terdidik, para alumni ini membuktikan bahwa privilege dapat menjadi alat untuk membangun jembatan antara perspektif global dan prioritas lokal. Inilah wajah diaspora power Indonesia yang sejati: bukan hanya sukses di luar negeri, tetapi juga hadir untuk membawa perubahan di rumah sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI