Suara.com - Fathul Wahid, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) cukup mencuri perhatian setelah institusi yang dipimpinnya merilis pernyataan sikap terkait meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang wafat di tengah aksi demonstrasi di Jakarta, 28 Agustus 2025.
Pernyataan sikap berjudul "Kita Semua adalah Affan Kurniawan" bukan hanya sekadar ucapan duka, melainkan sebuah seruan kritis yang merefleksikan kegelisahan masyarakat luas.
Di pernyataan tajam tersebut, publik juga dibuat salut dengan sosok Fathul Wahid yang tidak menuliskan gelarnya. Lantas seperti apa sosok Rektor UII ini?
Profil Fathul Wahid
Lahir di Jepara pada 26 Januari 1974, Fathul Wahid adalah seorang akademisi dan pakar di bidang sistem dan teknologi informasi.
Ia telah mengemban amanah sebagai Rektor UII selama dua periode, yakni 2018-2022 dan 2022-2026.
Sebelum menjabat sebagai rektor, Fathul telah menduduki berbagai posisi strategis di UII, mulai dari Dekan Fakultas Teknologi Industri pada periode 2006-2010, Kepala Bagian Akademik (2014-2016), dan Kepala Bagian Informasi (2016-2018).
Ia diketahui merupakan seorang peneliti aktif, dengan minat penelitiannya berfokus pada ICT4D, eGovernment, dan sistem perusahaan.
Perjalanan akademisnya yang cemerlang membawanya meraih gelar magister dan doktor dari University of Agder di Norwegia.
Baca Juga: Sang Kakak Putar Ulang Video Viral Affan Kurniawan Dilindas Rantis Brimob: Saya Kira Bukan Dia
Namun, di balik rekam jejak akademisnya yang mentereng, Fathul dikenal sebagai pribadi yang sederhana.
Salah satu hal yang paling mencuri perhatian publik adalah keputusannya untuk tidak ingin gelar profesornya ditulis dalam dokumen-dokumen resmi kampus, kecuali untuk ijazah dan transkrip nilai.
Kerendahan hati ini kontras dengan ketajaman dan keberaniannya dalam menyuarakan isu-isu sosial dan kebangsaan.
"Kita Semua adalah Affan Kurniawan": Sebuah Pernyataan yang Menggema
Nama Fathul Wahid melambung ketika ia menandatangani pernyataan sikap resmi UII atas wafatnya Affan Kurniawan. Pernyataan ini menjadi viral karena bahasanya yang lugas dan pesannya yang kuat, menyentuh nurani banyak orang.
Dalam rilis resminya, UII menilai kepergian Affan sebagai potret getir rakyat kecil yang hidup dalam tekanan ekonomi sekaligus menghadapi represi negara.