Nadiem memulai kariernya sebagai konsultan manajemen di firma McKinsey & Company. Namun, jiwa wirausahanya memanggil.
Nadiem sempat menjabat sebagai Managing Editor di Zalora Indonesia dan Chief Innovation Officer (CIO) di Kartuku.
Puncak karier bisnisnya adalah ketika Nadiem fokus mengembangkan Gojek, sebuah perusahaan yang dia rintis pada tahun 2011.
Gojek tumbuh pesat menjadi perusahaan sekelas decacorn dan sukses berekspansi ke beberapa negara di Asia Tenggara.
Pengakuan atas prestasinya datang dari berbagai pihak. Di tahun 2018, nama Nadiem tercantum dalam daftar Bloomberg 50.
Tak hanya itu, dia juga menerima penghargaan Nikkei Asia Prize ke-24 pada 2019 yang menjadikannya tokoh termuda se-Asia yang meraih penghargaan bergengsi tersebut.
Di bawah kepemimpinannya, Gojek juga masuk dalam daftar Fortune’s "Top 50 Companies That Changed The World."
Pada tahun 2019, Nadiem Makarim ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Pengangkatan ini secara otomatis mengharuskan Nadiem untuk melepaskan jabatannya sebagai CEO Gojek.
Baca Juga: Nadiem Makarim Tersangka Ganda? KPK Siap Susul Kejagung dalam Kasus Google Cloud?
Kasus Laptop Chromebook yang Jerat Nadiem Makarim
![Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim [Suara.com/Dea]](https://media.arkadia.me/v2/articles/triasrohmadoni/xSxdmAzYDL2t2ipB7bJo6oChiw5wr9rz.png)
Terkait kasus hukum yang menjeratnya, Nadiem Makarim diduga terlibat dalam korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Nurcahyo Jungkung Madyo, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari pertemuan Nadiem dengan pihak Google Indonesia pada Februari 2020.
Pertemuan tersebut berujung pada kesepakatan untuk menjadikan ChromeOS dan Chrome Device Management sebagai proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Kejagung menyebutkan bahwa Nadiem kemudian mengadakan rapat tertutup untuk memuluskan proyek ini.
Hal yang menjadi sorotan adalah penerbitan Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 yang disebut-sebut telah mengunci spesifikasi laptop hanya pada ChromeOS.
Padahal, proyek pengadaan serupa di era menteri sebelumnya sempat gagal karena perangkatnya tidak bisa berfungsi optimal di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).