Pendidikan dr. Tan Shot Yendan, Berani Kritik Program MBG Tak Bergizi Seimbang

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 25 September 2025 | 14:36 WIB
Pendidikan dr. Tan Shot Yendan, Berani Kritik Program MBG Tak Bergizi Seimbang
dr. Tan Shot Yen

Suara.com - dr. Tan Shot Yen, seorang dokter dan ahli gizi yang dikenal vokal, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah mengkritik program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Kritiknya disampaikan dalam audiensi dengan Komisi IX DPR RI, di mana ia menyoroti pemilihan menu dan pendekatan program yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip gizi seimbang.

Profil dan Perjalanan Pendidikan dr. Tan

Lahir di Beijing, Tiongkok, pada 17 September 1964, dr. Tan Shot Yen telah lama dikenal sebagai sosok yang berdedikasi tinggi dalam dunia kesehatan masyarakat.

Ia memulai pendidikan kedokterannya di Universitas Tarumanegara dan melanjutkan ke Universitas Indonesia.

Tak berhenti di sana, ia terus memperluas wawasannya dengan mengambil pendidikan pascasarjana di bidang instructional physiotherapy di Perth, Australia, serta mendalami studi penyakit menular seksual dan HIV/AIDS di Thailand.

Pendidikan non-medisnya di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, juga menunjukkan kedalaman pemikirannya yang melampaui bidang medis semata.

Sebagai seorang ahli gizi, dr. Tan secara konsisten mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pola makan sehat berbasis pangan lokal.

Ia aktif menulis kolom di berbagai media massa dan telah menerbitkan sejumlah buku yang menjadi rujukan dalam topik gizi dan kesehatan.

Baca Juga: Makan Bergizi Gratis Jabar Dievaluasi Total Pasca Keracunan

Melalui platform-platform ini, ia mengadvokasi gaya hidup sehat dan pemahaman yang benar tentang nutrisi, menjadikannya salah satu suara terkemuka dalam isu-isu kesehatan di Indonesia.

Kritik Tajam terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

Dalam audiensi di DPR, dr. Tan menyoroti beberapa kelemahan fundamental dalam program MBG. Salah satu kritiknya yang paling vokal adalah pemilihan menu.

Ia mempertanyakan menu seperti burger dan spageti, yang seringkali menjadi pilihan dalam program tersebut. Menurutnya, makanan ini termasuk kategori “ultra-processed food” (UPF) atau makanan ultra-olahan, yang kandungan nutrisinya rendah dan justru bisa menimbulkan masalah kesehatan dalam jangka panjang.

Dr. Tan berpendapat bahwa MBG seharusnya mengedepankan pangan lokal yang kaya gizi, yang secara alami tersedia di berbagai daerah.

Ia memberikan contoh-contoh spesifik, seperti kapurung di Sulawesi atau ikan kuah asam di Papua, yang tidak hanya kaya nutrisi tetapi juga mencerminkan kekayaan kuliner Indonesia.

Penggunaan pangan berbasis tepung terigu, yang notabene tidak tumbuh di Indonesia, dianggapnya sebagai pilihan yang kurang bijak dan tidak sesuai dengan kearifan lokal.

Selain masalah menu, dr. Tan juga menyoroti isu keamanan makanan (food safety). Ia menekankan bahwa makanan yang sudah berada di suhu 60 derajat Celcius ke bawah rentan terhadap pertumbuhan bakteri, yang bisa membahayakan kesehatan anak-anak yang mengonsumsinya.

Hal ini menuntut adanya sistem pengawasan yang ketat dan prosedur yang tepat dalam proses penyiapan dan distribusi makanan.

karyawan MBG (Suara.com/Iman Firmansyah)
karyawan MBG (Suara.com/Iman Firmansyah)

Solusi: "4 Reformasi + 5 Rekomendasi" untuk MBG

Menyadari bahwa kritik saja tidak cukup, dr. Tan juga menawarkan solusi konkret melalui gagasan "4 Reformasi + 5 Rekomendasi" yang ia bagikan melalui akun media sosialnya. Usulan ini bertujuan untuk mereformasi MBG agar menjadi program yang lebih efektif dan berkelanjutan.

4 Reformasi MBG

  • Hentikan distribusi “makanan kering” yang mengacu pada produk industri sebagai UPF (ultra-processed food)
  • Hentikan operasional SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang tidak sesuai juknis (petunjuk teknis) dan potensial menimbulkan masalah
  • Hentikan SPPG yang sudah bermasalah hingga mampu melaksanakan tugas sesuai juknis didahului simulasi yang terkontrol
  • Terapkan sistem monitoring, evaluasi, dan supervisi yang akuntabel di semua SPPG.

5 Rekomendasi MBG

  • Di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar): Gandeng kantin sekolah, didik-latih-awasi agar menjadi dapur MBG berkualitas dengan ketentuan SPPG termodifikasi
  • Kerja sama dengan unit kesehatan lingkungan puskesmas setempat sebagai layanan supervisi, monitoring, dan evaluasi
  • Transparansi keuangan setiap SPPG dan dapur penyedia yang diketahui publik.
  • Terapkan edukasi makan bergizi tanpa campur tangan kepentingan industri di semua segmen penerima manfaat, bekerja dengan TPG (tenaga pelaksana gizi) puskesmas setempat
  • Alokasikan menu lokal sebagai 80 persen ini MBG di seluruh wilayah

Kontributor : Rizqi Amalia

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI