Suara.com - Nama Sarwo Edhie Wibowo bersama Marsinah, Soeharto, dan sederet nama lainnya masuk ke dalam daftar Pahlawan Nasional baru yang disahkan dalam momentum Hari Pahlawan Nasional 2025.
Pemerintah mengapresiasi peran Sarwo Edhie yang layak dikenang sebagai pahlawan melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Adapun selain Sarwo Edhie, Marsinah, dan Soeharto, ada beberapa nama lain seperti Gus Dur, Syaikhona Muhammad Kholil, dan lima pahlawan lainnya.
Sarwo Edhie adalah mertua Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia punya peran penting dalam menjaga kemerdekaan.
Kiprahnya sebagai tokoh militer dinilai besar sehingga dinilai pemerintah Indonesia sebagai penyandang gelar Pahlawan Nasional.
Mari simak peran mertua SBY ini dalam profil dan biografi yang dirangkum oleh Suara.com.
Profil Sarwo Edhie Wibowo: Mertua SBY tumpas Pemberontakan Gerakan 30 September
Ayah mendiang Kristiani Herrawati (Ani Yudhoyono) ini merupakan putra asli Purworejo yang lahir di Purworejo, Hindia Belanda.
Sarwo Edhie otomatis juga adalah ayah dari ipar SBY, mendiang Pramono Edhie Wibowo.
Baca Juga: Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh yang Terima Gelar Pahlawan Nasional Bebarengan dengan Soeharto
Tokoh militer era Orde Lama ini dikenal masyarakat sebagai sosok yang berperan besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 September.
Kehadiran Sarwo Edhie Wibowo juga sangat besar dalam sejarah Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang kini menjadi Kopassus.
Adapun kala itu ia menjabat sebagai salah satu petinggi RPKAD, ia terlibat langsung dalam penumpasan Gerakan 30 September.
Mertua SBY ini menjadi orang pertama yang merespons gugurnya sang sahabat, Jenderal Ahmad Yani.
Sarwo Edhie mendapat tugas dari Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Mayor Jenderal TNI AD untuk memimpin pasukan dalam penumpasan gerakan tersebut.
Sarwo Edhie memimpin langsung pasukan RPKAD untuk membersihkan kantong-kantong PKI. Operasi ini dilancarkan di wilayah-wilayah yang dianggap sebagai basis kekuatan PKI.
Tugas pertamanya adalah merebut kembali Radio Republik Indonesia (RRI) dan gedung telekomunikasi.
Pasukan RPKAD di bawah komando Sarwo Edhie berhasil merebut kembali RRI dan gedung telekomunikasi pada pukul 19.00 WIB, 1 Oktober 1965 dengan sigap.
Keberhasilan RPKAD menguasai RRI berhasil menghentikan siaran propaganda G30S dan memungkinkan pemerintah melalui Soeharto untuk mengumumkan pemulihan keamanan.
Tak cukup di situ, ia juga dikirim untuk menguasai pangkalan udara Halim Perdanakusuma.
Ia memimpin langsung operasi penumpasan di Jakarta dan Jawa Tengah, serta melatih masyarakat sipil anti-PKI untuk membantu militer.
Mengutip catatan sejarah berjudul Testimoni Letjen Sarwo Edhie Menumpas G30S: Pengkhianatan PKI, ia melatih dan mempersenjatai masyarakat sipil yang anti-PKI (seperti organisasi kepemudaan dan keagamaan) sebagai ujung tombak operasi penumpasan di daerah.
Perjalanan karier mentereng
Berikut riwayat karier Sarwo Edhie baik di dalam maupun luar tubuh militer.
- 1945—1951: Komandan Batalion di Divisi Diponegoro.
- 1951—1953: Komandan Resimen Divisi Diponegoro.
- 1959—1961: Wakil Komandan Resimen di Akademi Militer Nasional (AMN).
- 1962—1964: Kepala Staf Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD).
- 1964—1967: Komandan RPKAD (unit pasukan khusus yang kelak menjadi Kopassus),
- 1967—1968: Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) II/Bukit Barisan di Sumatera.
- 1968—1970: Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII/Cenderawasih (saat ini Papua),
- 1970—1974: Gubernur Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) di Magelang,
- 1974—1976/1978: Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan di Seoul (periode masa jabatan berbeda-beda dalam sumber),
- Ketua BP-7 Pusat (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila),
- Adapun di akhir kariernya, ia juga menjadi Anggota DPR/MPR RI.
Akhir hayat Sarwo Edhie
Sarwo Edhie wafat pada 9 November 1989 di Jakarta dan dimakamkan di Pangenjurutengah, Purworejo, Jawa Tengah.
Pangkat Terakhir yang disandangnya adalah Letnan Jenderal TNI.
Kontributor : Armand Ilham