Studi Baru Ungkap Pola Makan yang Bisa Menurunkan Berat Badan

Ruth Meliana Suara.Com
Minggu, 16 November 2025 | 10:20 WIB
Studi Baru Ungkap Pola Makan yang Bisa Menurunkan Berat Badan
Ilustrasi turunnya berat badan (Pexels)

Suara.com - Peneliti dari University of Southern Denmark menemukan pola makan yang mampu memicu proses pembakaran energi tubuh layaknya ketika seseorang kedinginan. Temuan ini membuka kemungkinan baru dalam pengembangan metode penurunan berat badan tanpa harus berolahraga lebih banyak atau mengurangi porsi makan.

Penelitian tersebut, yang dipimpin oleh dua ilmuwan biokimia, Philip Ruppert dan Jan-Wilhelm Kornfeld, berfokus pada bagaimana tubuh menghasilkan panas—proses yang dikenal sebagai thermogenesis.

Selama ini, para ilmuwan mengetahui bahwa tubuh akan membakar lebih banyak energi ketika berada di suhu rendah, karena tubuh berusaha mempertahankan kehangatan.

Namun, para peneliti mencoba memicu respons tersebut melalui jalur berbeda: dari makanan yang dikonsumsi.

Kornfeld dan Ruppert meneliti dua jenis asam amino, yaitu methionine dan cysteine, yang secara alami ditemukan dalam jumlah tinggi pada protein hewani dan relatif rendah pada makanan nabati.

Dalam rangkaian percobaan pada tikus, tim mengubah kadar dua asam amino tersebut dalam makanan hewan percobaan selama tujuh hari.

Hasilnya, tikus dengan konsumsi methionine dan cysteine rendah menunjukkan peningkatan pembakaran energi hingga 20 persen—tingkat yang hampir setara dengan tikus yang ditempatkan pada suhu dingin lima derajat Celcius.

“Mereka makan jumlah yang sama, tidak lebih aktif dari tikus lain, tetapi membakar energi lebih banyak. Penurunan berat badan mereka terjadi karena tubuh menghasilkan lebih banyak panas,” jelas Kornfeld.

Penelitian ini juga melibatkan ilmuwan dari Department of Biochemistry and Molecular Biology (BMB) University of Southern Denmark, termasuk Aylin Güller, Marcus Rosendahl, dan Natasa Stanic. Temuan mereka dipublikasikan di jurnal eLife.

Baca Juga: Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%

Meski hasil penelitian ini menjanjikan dari sisi teori, para peneliti menekankan bahwa penelitian baru dilakukan pada tikus. Hal ini membuat kesimpulan mengenai efek serupa pada manusia belum bisa dipastikan.

“Kami belum menguji diet rendah methionine dan cysteine pada manusia, tetapi sangat mungkin mekanismenya mirip,” kata Ruppert, mengutip dari SciTech Daily pada Minggu, 16 November 2025.

Ruppert juga menjelaskan bahwa beberapa pola makan manusia sebenarnya memiliki karakteristik serupa. Pola makan vegetarian dan vegan misalnya, secara alami lebih rendah dua asam amino tersebut karena mereka tidak mengkonsumsi produk hewani.

Menurut penelitian lain, kelompok ini memang cenderung lebih sehat dalam banyak aspek dibandingkan pemakan daging.

Penelitian ini juga mengungkap lokasi pembakaran lemak tersebut terjadi. Para ilmuwan menemukan bahwa energi dibakar di kumpulan lemak jenis beige fat, yang berada di bawah kulit pada manusia maupun tikus.

Beige fat merupakan jenis lemak yang dapat mengubah energi menjadi panas saat terstimulasi, baik oleh paparan dingin maupun oleh diet rendah methionine dan cysteine.

“Ini menunjukkan bahwa beige fat tidak peduli apakah pemicunya dingin atau diet—hasilnya sama, yaitu pembakaran energi,” tambah Ruppert.

Temuan ini membuka peluang besar bagi pengembangan metode penanganan obesitas. Menurut para ilmuwan, pola makan rendah methionine dan cysteine dapat menjadi alternatif intervensi diet di masa depan.

Selain itu, tim peneliti mulai tertarik mengembangkan produk makanan fungsional yang secara khusus dirancang untuk merangsang thermogenesis.

Kornfeld juga menambahkan kemungkinan integrasi temuan ini dengan obat penurun berat badan yang sudah ada, seperti Wegovy.

“Akan menarik untuk melihat apakah pasien Wegovy mengalami penurunan berat badan lebih banyak jika mereka beralih ke diet bebas protein hewani,” ujarnya.

Para peneliti menegaskan bahwa studi lanjutan pada manusia sangat penting untuk memastikan keamanan serta efektifitas diet rendah methionine dan cysteine. Meski demikian, mereka optimistis bahwa temuan ini menjadi fondasi penting dalam memahami bagaimana tubuh membakar energi melalui jalur biologis yang kurang dikenal.

Dengan meningkatnya kebutuhan global akan solusi sehat dan berkelanjutan untuk obesitas, penelitian ini menjadi salah satu pendekatan baru yang cukup potensial. Jika mekanisme tersebut dapat direplikasi pada manusia, bukan tidak mungkin munculnya pola makan baru yang dapat mempercepat pembakaran energi tanpa perubahan gaya hidup yang drastis.

Kontributor : Gradciano Madomi Jawa

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI