Evolusi Seni Patung Kontemporer Indonesia di Era Material dan Teknologi Baru

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 23 Desember 2025 | 18:16 WIB
Evolusi Seni Patung Kontemporer Indonesia di Era Material dan Teknologi Baru
Evolusi Seni Patung Kontemporer Indonesia di Era Material dan Teknologi Baru. (Dok. Istimewa)
Baca 10 detik
  • Patung Indonesia berekspansi konseptual, teknis, hadir di ruang publik.
  • Institusi seni dan material baru mendorong dialog sosial, lingkungan, teknologi.
  • Redy Rahadian memanusiakan teknologi lewat patung logam eksperimental.

Suara.com - Perkembangan seni patung kontemporer Indonesia dalam dua dekade terakhir mencerminkan transformasi yang semakin kompleks dan bermakna.

Seni patung kini tidak lagi hanya soal representasi figur manusia atau bentuk dekoratif, tetapi telah menjadi medan eksperimen konseptual dan teknis.

Transformasi ini didorong oleh perkembangan institusi seni, festival publik, dan kolaborasi lintas disiplin yang memberi ruang bagi karya patung untuk berekspansi dari galeri ke ruang publik.

Salah satu indikasi penting dari perubahan ini adalah semakin besarnya kehadiran patung dan instalasi berskala besar di ruang terbuka.

Festival seperti Art Jakarta Gardens secara rutin menghadirkan “sculpture garden” di taman kota, memberi publik kesempatan untuk berinteraksi dengan karya seni langsung.

Pergeseran ini menunjukkan bahwa seniman patung kini melihat masyarakat sebagai bagian dari karya mereka, bukan sekadar penikmat dari balik kaca galeri.

Tidak hanya itu, institusi seni dan akademi seperti Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), Galeri Nasional Indonesia, serta festival seni kontemporer seperti ARTJOG turut berperan besar sebagai wadah pengembangan kreativitas.

ARTJOG, misalnya, telah menjadi barometer tren seni kontemporer, menampilkan patung eksperimental yang mengeksplorasi hubungan antara manusia, lingkungan, dan teknologi. Dukungan institusional ini memperkuat ekosistem seniman patung di Indonesia.

Material dan teknik seni patung kontemporer kini semakin beragam, mulai dari logam seperti baja, aluminium, dan tembaga hingga resin, serat alami, limbah industri, dan elemen digital interaktif, menunjukkan integrasi antara teknik industri dan inovasi artistik.

Baca Juga: Bukti Nyata Seni Inklusif: Arif Onelegz dan Lauren Russel Buktikan Setiap Tubuh Bisa Menari

Tema yang diangkat pun meluas, mencakup isu keberlanjutan, kritik sosial, identitas nasional, hingga teknologi digital. Sehingga medium patung menjadi sarana dialog publik dan refleksi pribadi tentang hubungan manusia dengan lingkungan dan perkembangan zaman.

Melihat perkembangan tersebut, sejumlah seniman tampil menonjol dengan pendekatan personal dan teknik yang kuat, salah satunya Redy Rahadian. Redy menjadi contoh nyata figur yang menyatukan latar mekanik dengan ekspresi artistik.

Lahir dari pendidikan mekanik di Institut Saint Joseph, Brussel, kemahiran las logamnya menjadikan medium baja sebagai bahasa visual utama dalam karya-karyanya. Filosofi yang ia pegang, yaitu “melihat hal yang tak terlihat,” mengajak publik untuk menyadari potensi estetis benda sehari-hari.

Redy meyakini bahwa seni memiliki tanggung jawab lebih dari sekadar memperindah; seni harus mampu “memanusiakan teknologi.” “Peran seni adalah mengingatkan kita bahwa teknologi tetap harus memanusiakan, bukan menjauhkan,” kata Redy.

Gaya khasnya, figura figuratif ekspresif yang terangkai dari material logam melalui las tingkat tinggi, menggambarkan antara lain kekuatan mimpi, harmoni kolektif, dan potensi transformasi sosial.

Pengaruh Redy sangat terasa di kalangan seniman muda. Teknik pengelasan yang ia bekali dari latar teknik mekanik, ditambah narasi humanistik dalam karya-karyanya, menjadi sumber inspirasi.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI