Suara.com - Rakyat Indonesia dinilai merindukan kader Partai Golkar kembali memimpin Indonesia. Pasalnya, sejarah mencatat peran penting kader Golkar sebagai pemimpin mampu membawa Indonesia masuk jajaran salah satu negara penghasil dan pengekspor minyak terbesar di dunia.
“Setelah melihat kondisi akhir-akhir ini, rakyat akan semakin merindukan kepemimpinan Partai Golkar. Karena terbukti mampu membawa Indonesia melewati krisis energi seperti saat ini,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis, dalam siaran persnya, Rabu (24/2/2014).
Harry menjelaskan, hingga saat ini PT Pertamina memiliki 6 unit kilang minyak dengan kapasitas 1,05 juta barel per hari (bph). Namun realitanya, produksi keenam unit kilang itu hanya 700.000–800.000 bph. Padahal konsumsi BBM Indonesia saat ini mencapai angka 1,5 juta–1,6 juta bph.
Sementara, saat pemerintahan Soeharto periode 1966-1998, rata-rata produksi minyak mencapai 1,38 juta bph. Lalu pada tahun 1960, Indonesia masuk menjadi anggota negara-negara pengekspor minyak terbesar di dunia (OPEC). Bahkan sebagian besar pembangunan nasional dibiayai dari keuntungan minyak Indonesia.
Sebab, sumbangan minyak dan gas (migas) terhadap pendapatan negara diatas 50%. Dan pada tahun 1980-an kontribusi minyak mencapai angka diatas 70%.
Kata Harry, era pemerintahan Soeharto juga membangun kilang minyak Balongan, yang kini menjadi kilang minyak terakhir yang dibangun pemerintah. Meski Kilang Balongan awalnya ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN), namun secara jangka panjang pemerintahan Soeharto mampu melihat peluang dan tantangan jauh di depan.
“Bayangkan, jika saat itu Presiden Soeharto tidak membangun Kilang Balongan, maka sekarang mau seberapa besar lagi biaya impor minyak Indonesia. Hal itu membuktikan bahwa Pak Harto lebih punya visi misi dalam membangun bangsa dibanding pemerintah saat ini. Jadi tidak keliru bila rakyat saat ini kangen dengan jaman Pak Harto yang mana Golkar saat itu memimpin pemerintahan,” ungkapnya.