"Panti sosial sangat sedikit. Ada kebutuhan besar bagi pemerintah untuk melakukan sesuatu, tanggung jawab sosial untuk menyediakan panti sosial untuk anak-anak seperti Lakhan," kata Mutha, dari Yayasan Manav yang membantu orang-orang dengan penyakit mental.
Sayangnya, lanjut dia, panti sosial yang dikelola pemerintah tidak selalu memiliki berbagai fasilitas yang diperlukan.
"Mereka tidak memiliki infrastruktur dan staf," kata Mutha. Sebaliknya, organisasi non-pemerintah memiliki keahlian, tetapi tidak mempunyai ruang," katanya.
Para aktivis mengatakan di India, 40 sampai 60 juta orang penyandang cacat sering menghadapi perjuangan yang sama untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
RUU yang ditunggu-tunggu dan telah disosialisasikan ke parlemen India pada Februari bertujuan untuk memberikan orang-orang cacat hak yang sama - termasuk akses terhadap pendidikan, pekerjaan dan perlindungan hukum terhadap diskriminasi - tetapi belum disahkan.
Pengacara Rajive Raturi yang berada di komite telah merancang RUU tersebut lima tahun lalu, dan mengatakan pemerintah partai yang dipimpin Kongres yang baru saja kehilangan kekuasaan telah mendorong dibuatnya RUU, terutama pada bagian tentang perempuan dan anak-anak cacat.
Raturi yang menangani kasus anak-anak cacat pada Human Rights Law Network berharap, parlemen baru terpilih bulan ini di mana Narendra Modi yang menjadi perdana menterinya, akan mendengarkan masukan para stakeholder dan membuat keputusan untuk mengatasi masalah tersebut.