Suara.com - Ketua Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta, Muhammad Sanusi, menilai sistem e-budgeting yang diterapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bermasalah. Sistem tersebut dinilai tidak sempurna untuk menyusun anggaran daerah.
Bahkan, kata Sanusi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga pernah mengkritik e-Budgeting pada 2014 lalu. Kala itu, BPK menyampaikan kalau e-Budgeting tidak mampu menyesuaikan penganggaran.
"Contoh kecil masalahnya adalah output dari sistem tersebut berbentuk format PDF, yang kemudian akan dibawa oleh eksekutif untuk dibahas bersama badan anggaran dengan legislatif. Tapi, logikanya kalau itu sudah di-lock, kenapa minta dibahas oleh dewan," kata Sanusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2015).
"Harusnya, mata anggaran baru diinput ke e-budgeting setelah eksekutif dan legislatif mencapai kata sepakat. Ingat, dewan berdasarkan undang-undang memiliki fungsi budgeting dalam lingkup mengawasi dan mengesahkan penyusunan anggaran yang dilakukan eksekutif," ujarnya.
Diklaim Sah
Pada kesempatan itu, Sanusi menegaskan bahwa APBD yang disusun oleh DPRD adalah dokumen sah. Apalagi, anggaran dalam dokumen itu diusulkan oleh SKPD Pemprov DKI dan telah dibahas pula oleh Banggar DPRD.
"Ini artinya, saat dokumen yang dikirimkan ke Kemendagri itu bukan hasil pembahasan, maka besaran APBD sebesar Rp73,08 triliun yang dikirimkan sendiri oleh Ahok itulah yang merupakan anggaran siluman," jelas Sanusi.
Sebab, kata dia, dokumen APBD versi Pemprov DKI merupakan usulan SKPD yang disetujui oleh Gubernur DKI tanpa melalui pembahasan di Banggar DPRD.