3 Penyebab Intoleransi Kebebasan Berkeyakinan Masih Marak

Sabtu, 04 Juli 2015 | 08:25 WIB
3 Penyebab Intoleransi Kebebasan Berkeyakinan Masih Marak
Simbol toleransi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komnas HAM melaporan di 2015 ini kasus kekerasan mengatasnamakan agama masih terjadi Indonesia. Parahnya, kasus itu sudah lama dan tidak kunjung selesai.

Kasus terbaru penyegelan terhadap Masjid Al Hidayah milik Jemaat Ahmadiyah di Depok, Jawa Barat pada Oktober 2014 lalu. Awal Maret kemarin, Pemkot Depok menyebut dasar penyegelan itu tidak sah menurut hukum. Komnas HAM telah meminta Pemkot Depok melakukan tindakan pemulihan hak JAI Depok dengan membuka segel yang terpasang di Masjid Al Hidayah tersebut, karena tidak terbukti JAI Depok melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk tidak melanggar Peraturan Walikota Depok. Namun hingga akhir Mei 2015, belum ada tindakan apapun dari Pemkot Depok.

Kasus lain, JAI di Bukit Duri dilarang ibadah di Mushalla A Nur milik Jemaat Ahmadiyah pada 24 April 2015 kemarin. Kelompok intoleran yang mengaku sebagai warga setempat sempat mengancam akan melakukan penyerangan jika ibadah masih dilakukan. Aksi intoleransi itu dukung oleh Lurah Bukit Duri bersama Ketua RW dan Ketua RT setempat.

Kemudian 12 Juni 2015 JAI Bukit Duri terpaksa ibadah di jalan raya. Aksi penolakan juga diikuti tindakan perusakan gerbang Mushalla An Nur.

Kasus serupa terjadi di Kupang, NTT dan Bali. Selain itu aksi toleransi juga terjadi di Aceh dengan kasus pelarangan, penyegelan dan penutupan.

Komnas HAM juga telah menerima pengaduan secara lisan dari perwakilan 7 gereja di Kabupaten Bandung. Mereka menyampaikan bahwa salah satu Ormas keagamaan telah melarang gereja-gereja tersebut melaksanakan ibadah.

Pelapor Khusus KBB Komnas HAM, Imdadun Rahmat menjelaskan aparat pemerintah sering kali tidak serius membela hak kebebasan beribadah. Di antaranya karena alasan menjaga keamanan dan ketertiban, menyederhanakan masalah dan alasan kekhususan daerah.

Hanya saja ada juga daerah yang kooperatif dalam menyelesaikan kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pemerintah Kota Kupang misalnya bersedia menyelesaikan kasus Masjid Batuplat sebelum Pemilu Kepala Daerah yang akan datang.

"Pemkot hanya meminta pengurus Masjid Batuplat untuk melengkapi kekurangan tandatangan dukungan dari warga setempat serta meminta FKUB menerbitkan rekomendasi baru hasil musyawarah mufakat. Pemkot juga bersedia menfasilitasi pengumpulan kekurangan tandatangan dukungan warga dengan mendampingi pengurus masjid ketika pengumpulan tandatangan," jelas Imdadun dalam siaran pers yang diterima suara.com, Sabtu (4/7/2015).

Komnas HAM menyebut 3 alasan kasus pelanggaran KBB masih terus ada. Di antaranya belum meratanya pemahaman aparatus pemerintah mengenai prinsip-prinsip hak atas KBB

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI