Suara.com - Masyarakat Indonesia mendesak pemerintah mengungkap kasus kerusuhan yang terjadi di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, pada Jumat (17/7/2015). Sebab, sampai hari ini, aparat keamanan belum menindak pelaku.
Maimon Herawati menginisiasi pembuatan petisi melalui laman change.org, Minggu (19/7/2015), untuk mendesak penangkapan terhadap pelaku penyerangan di Karubaga.
Petisi ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Petisi dengan judul Usut Tuntas Teror Tolikara dan Cokok Pelakunya, hingga jam 17.34 WIB sudah didukung 10 ribu orang.
Pembakaran masjid, kios, dan rumah di Tolikara, Papua adalah ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan toleransi antar umat beragama. Jika teroris pelaku kejahatan ini tidak segera ditangkap dan diproses secara hukum, kerusuhan sangat mungkin menjalar ke daerah lain. Sentimen agama dan suku adalah api yang sangat mungkin menjalar, meluas dan meruntuhkan NKRI. Ambon adalah sejarah yang tidak ingin kita ulang.
Kami menuntut pemerintah dan aparat terkait untuk segera mencokok pelaku penghangusan masjid, 38 rumah, dan 63 kios, serta penyebab 153 jiwa mengungsi. Korban bukan hanya Muslim, tetapi juga Nasrani asli Papua. Bukankah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah melaporkan, surat edaran Ketua GIDI wilayah Tolikara, Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga yang berisi larangan umat Islam merayakan Idul Fitri di Karubaga Tolikara terdeteksi tersebar sehari sebelum pembakaran? Surat itu juga melarang muslimah berjilbab.
Kami minta pemerintah tegas menyebut tindakan itu sebagai tindakan terror dan tidak ada kaitannya dengan nilai agama manapun. Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Albertus Patty menyesalkan pembakaran masjid ini. Ia bahkan meminta aparat mengamankan siapapun pelaku kekerasan itu. Ketua Lembaga Adat Papua, Lenis Kogoya, juga mengimbau aparat kepolisian memburu pelaku pembakaran.
Teror adalah teror dan tidak ada satu agama pun yang mengarahkan pengikutnya menjadi teroris, yang mengancam kedamaian hidup yang lain.
Sementara itu di Distrik Karubaga, hari ini dilaporkan sudah kondusif.
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin juga mendesak pemerintah mengusut tuntas motif kerusuhan yang terjadi di Distrik Karubaga.
"Saya minta jajaran Menteri Polhukam (Politik Hukum dan Keamanan) untuk turun kesana dan melihat secara langsung permasalahannya," kata Aziz kepada Suara.com.
Aziz mengatakan kerusuhan di Tolikara tidak bisa dilihat hanya secara parsial atau sekedar peristiwa kerusuhan.
"Kasus ini jangan dilihat secara parsial, kasus ini kan tentu ada sebab akibatnya. Menurut hemat saya, dasar permasalahannya adalah faktor ekonomi, infrastruktur, itu yang perlu dilihat secara lebih dalam," ujarnya.
Papua, katanya, memiliki sumberdaya alam yang berlimpah dan banyak perusahaan asing yang mengeksploitasinya. Namun, hasilnya perut Papua hanya sedikit sekali dirasakan warga. Masyarakat masih jauh dari sejahtera.
"Papua itu sumber daya alamnya sangat banyak. Di sana banyak perusahaan tambah dan mineral. Lalu bagaimana CSR-nya, itu tanggungjawabnya bagaimana. Kenapa infrastrukturnya tidak berjalan, maka dari itu semua perjanjian perusahaan tambang di sana harus direvisi, supaya kasus yang sama tidak terus terulang," kata anggota Fraksi Golkar.
Aziz menegaskan kerusuhan di Tolikara bukan berlatarbelakang SARA.
"Kepada masyarakat agar jangan terprovokasi dan melihat kasus ini secara jernih. Ini bukan masalah SARA," katanya.